Kamis 10 Dec 2015 19:12 WIB

Subsidi Energi akan Ditekan Mendekati Nol Persen

Red: Nur Aini
Petugas sedang mengisi tangki dengan Bahan Bakar Non Subsidi jenis Pertalite saat uji pasar di SPBU, Jakarta, Jumat (24/7).
Foto: Republika/ Tahta Aidilla
Petugas sedang mengisi tangki dengan Bahan Bakar Non Subsidi jenis Pertalite saat uji pasar di SPBU, Jakarta, Jumat (24/7).

REPUBLIKA.CO.ID,NUSA DUA -- Kementerian Keuangan akan memangkas anggaran subsidi energi secara bertahap hingga menjadi 0,3 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) pada 2019. Jumlah itu jauh lebih rendah dari subsidi pada anggaran 2015 sebesar 1,2 persen atau Rp 137 triliun.

Menurut Plt Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Suahasil Nazara, uang negara yang selama ini banyak disimpan di pagu subsidi energi akan direlokasikan ke anggaran untuk sektor belanja produktif. Di sisi lain, mekanisme penyaluran subsidi akan diperkuat agar insentif tersebut tepat sasaran kepada masyarakat yang membutuhkan, serta dipergunakan untuk belanja kebutuhan pokok.

"Kami ingin belanja dapat maksimal, mendorong produktivitas ekonomi, bukan hanya untuk konsumsi saja," ujarnya di Bali, Kamis (10/12).

Suahasil belum merinci skema pemangkasan subsidi energi tersebut, termasuk perubahan pengalokasian subsidi. Dalam data paparannya, subsidi energi yang tahun ini sebesar 1,2 persen dari PDB akan diturunkan menjadi 0,8 persen pada 2016, 0,5 persen pada 2017, 0,4 persen pada 2018 dan 0,3 persen pada 2019.

Skenarionya, relokasi dari subsidi energi tersebut akan meningkatkan anggaran belanja modal di APBN yang pada 2015 baru sebesar 2,2 persen dari PDB menjadi 2,5 persen di 2016, empat persen di 2017, 4,6 persen di 2018, 5,3 persen di 2019.

Pengurangan subsidi juga akan dibarengi dengan peningkatan alokasi anggaran program sosial yang pada 2015 baru 0,9 persen dari PDB. Pada 2019, anggaran program sosial naik menjadi 1,0 persen dari PDB.

Suahasil mengatakan peningkatan belanja modal negara diharapkan dapat mengakselerasi pembangunan infrastruktur. Dengan peningkatan belanja produktif itu juga diharapkan dapat menarik minat investor dan partisipasi swasta dalam pembangunan. Sehingga, kekurangan pendanaan pembangunan dapat ditutupi dari partisipasi investor dan kerja sama swasta.

Sedangkan, peningkatan belanja program sosial diperlukan untuk melindungi masyarakat miskin dari berbagai tekanan. Peningkatan anggaran belanja program sosial juga untuk mengupayakan agar manfaat pertumbuhan ekonomi dapat lebih merata dirasakan seluruh lapisan masyarakat.

Suahasil mengatakan saat ini pihaknya masih mengkaji untuk mekanisme pemberian subsidi dalam program sosial, agar tepat sasaran dan tepat penggunaannya. "Misalnya, ide di negara berkembang, beras untuk rakyat miskin pake tunai saja. Dari dunia akademik usulkan transfer tunai pakai Program seperti Program Keluarga Harapan. Menurut kajian temen-temen akademis, memberikan tunai jauh lebih efisien daripada salurkan beras. Namun penggunaan uang tunai itu untuk apa, akan dipastikan dulu," ujarnya. (Baca: Pemerintah Cari Sumber Pertumbuhan Ekonomi Baru)

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement