REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said mengatakan pemerintah tidak leluasa dalam bernegosiasi dengan PT Freeport Indonesia (PTFI). Ketidakleluasaan tersebut, menurut Sudirman, karena perjanjian sebelumnya menyatakan Freeport dapat memperpanjang kontrak sebelum kontrak berakhir.
"Pada 2014 terdapat nota kesepahaman pemerintah dengan Freeport, termasuk perpanjangan setiap saat sehingga pemerintah tidak leluasa bernegosiasi dengan Freeport," ujar dia dalam rapat kerja dengan Komisi VII DPR, Selasa (1/12) malam.
Ia mengatakan pembahasan perpanjangan kontrak dengan Freeport kini sebenarnya lebih kepada persoalan teknis, yakni bukan dalam bentuk kontrak karya, melainkan divestasi. Menurut dia, IPO merupakan cara terbaik untuk menyerap divestasi 10,64 persen saham Freeport karena lebih transparan dan dapat menghilangkan persoalan terkait perpanjangan kontrak karya. Namun, ujar Sudirman, hal tersebut dapat terjadi jika pemerintah memutuskan tidak mengambil saham di Freeport.
Sementara pertimbangan pemerintah dalam mengambil saham divestasi Freeport adalah 11 hal yang menjadi aspirasi pemerintah daerah dan masyarakat Papua. Diantaranya, kata Sudirman, memindahkan kantor pusat Freeport ke Papua, memperbaiki infrastruktur perhubungan antarpemda di Papua dan meningkatkan dalam kegiatan bisnis kontraktor.
Selain itu, lanjut dia, mewajibkan Freeport menggunakan jasa perbankan di Bank Papua, memperbaiki peraturan pertambangan, meningkatkan kontribusi pada wilayah, meningkatkan dana CSR (tanggung jawab sosial) dan memperbaiki dampak lingkungan.
Baca juga: Cerita Sudirman Soal 3 Pertemuan Setnov Dengan Bos Freeport