REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Harga komoditas mineral yang menurun hingga saat ini dinilai menghambat rencana pembangunan fasilitas pemurnian atau smelter mineral. Dari target investasi smelter sebesar 6,3 miliar dolar AS untuk tahun ini, baru 3,3 miliar dolar AS nilai yang terealisasi hingga Oktober 2015.
Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bambang Gatot menyebutkan, perkiraan hingga akhir 2015, realisasi investasi smelter hanya 5,3 miliar dolar AS.
"Kendalanya saat ini harga komoditas lagi turun, ekonomi global juga terpengaruh," kata Bambang di kantornya, Jakarta, Rabu (18/11).
Pemerintah mencatat, hingga November ini terdapat 72 smelter yang dibangun oleh 88 perusahaan yang terdiri dari beberapa komoditas dari 77 kelompok. Smelter yang dibangun itu memiliki sejumlah kemajuan pembangunan.
Untuk komoditi nikel, terdapat 35 smelter yang dibangun. Sedangkan, bauksit memiliki tujuh smelter, delapan smelter besi, tiga smelter mangaan, 11 smelter zircon, empat smelter timbal seng, serta ada empat smelter kaolin dan ziolin.
Khusus untuk mineral nikel, ada enam smelter yang sudah bisa beroperasi di 2015 dengan kapasitas 524 ribu ton pertahun dan rencananya ada tiga smelter lagi di 2016 dengan kapasitas 767 ribu ton pertahun.
Sedangkan untuk Bauksit, tahun depan akan ada satu smelter yang beroperasi dengan kapasitas empat juta ton per tahun. Mineral timbal dan seng tidak memiliki smelter di 2015. Namun, tiga perusahaan akan membangun smelter mineral tersebut pada 2016 dengan kapasitas 57 ribu ton per tahun.
"Kalau dibandingkan di depan, yang sudah kemajuan ada 25. (Dari) 25 yang progress di atas 80 persen tapi yang sudah bisa diselesaikan 13 perusahaan. Jadi kemungkinan ini (yang belum selesai) masih lebih dari separuh," ujar Bambang.