Kamis 12 Nov 2015 20:33 WIB

Kenaikan Cukai SKT Belum Lindungi Tenaga Kerja

  Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).
Foto: Antara/Andreas Fitri Atmoko
Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA  -- Risiko pemutusan harian kerja (PHK) masih menghantui tenaga kerja industri rokok. Dengan kenaikan tarif cukai SKT golongan satu lebih dari 11 persen dipastikan industri akan kewalahan. 

Ketua Umum Pimpinan Pusat FSP RTMM (Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman) Sudarto mengatakan saat ini anggota FSP RTMM banyak bekerja di industri SKT golongan satu dan dua.

"Jumlahnya ratusan ribu orang," kata Sudarto dalam keterangannya, Kamis (12/11). Menurutnya, kenaikan ini dipastikan akan membebani industri dan pada akhirnya akan ada PHK besar-besaran. 

Sudarto mengingatkan pada kenaikan rata-rata tujuh sampai sembilan persen saja, terjadi pemutusan hubungan kerja puluhan ribu orang dalam kurun waktu lima tahun. "Apalagi kanaikannya sebesar 11,4 persen," lanjutnya. 

Sudarto menggambarkan industri SKT golongan satu mempunyai tenaga kerja hampir 140 ribu jiwa. Dengan adanya kenaikan harga per batang rokok tentu akan mempengaruhi produksi. Akibatnya tenaga kerja pun akan dikurangi.

Menurut Sudarto, pemerintah belum benar-benar serius melindungi tenaga kerja industri rokok. Ia setuju SKT golongan 3 tidak diberlakukan kenaikan, tapi SKT golongan satu dan dua harus mendapatkan perlindungan yang setara dengan golongan tiga. 

Sebelumnya, Anggota Komisi XI DPR RI, Mukhamad Misbakhun juga menyatakan ketidak puasannya atas tarif cukai rokok tahun 2016.

“Saya tidak puas terhadap cukai segmen SKT golongan satu karena dalam proses kerjanya banyak melibatkan koperasi masyarakat sebagai penerima pekerjaan linting rokok yang melibatkan banyak tenaga kerja,” ujarnya di Gedung DPR, Senayan, Rabu (11/11).

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement