Rabu 11 Nov 2015 19:48 WIB

KIlang TPPI Kurangi Impor Premium 19 Persen

Rep: aldian wahyu ramadhan/ Red: Taufik Rachman
Kilang TPPI
Kilang TPPI

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kilang Trans Pacific Petroleum Indotama (TPPI) dibangun pada tahun 1995 tapi beberapa kali mengalami masalah sehingga tidak dapat beroperasi secara baik untuk menopang kebutuhan energi dalam negeri. Presiden Joko Widodo yang meninjau kawasan TPPI mengatakan pada 2006 TPPI memulai operasi dengan bahan baku kondensat yang berasal dari Pertamina. 

"Kemudian ada masalah lagi karena tidak bisa membayar sehingga menjadi masalah hukum yang sudah berlangsung empat tahun dan berhenti beroperasi," ucap Presiden seperti dikutip dari rilis, Rabu (11/11).

Saat mengetahui TPPI didera masalah hukum, Presiden menyampaikan saat itu, agar masalah hukum diselesaikan di wilayah hukum. "Di wilayah ekonomi dan bisnis harus jalan. Target kemarin, Oktober harus dimulai," ujar Presiden. ‎

Presiden bersama Iriana Joko Widodo berkunjung ke TPPI untuk memastikan bahwa TPPI telah beroperasi. "Saya cek di sini, meski baru 70 persen tapi sudah dimulai. Dan Insya Allah pada akhir tahun mencapai 100 persen," ucap Presiden.‎ ‎ 

Dengan beroperasinya TPPI, lanjut Presiden, impor untuk premium dapat berkurang hingga 19 persen. Tapi, jika proses di TPPI Tuban digabungkan dengan proses RFCC Cilacap akan menurunkan impor premium hingga 29 persen.‎ Bahkan pada bulan Desember 2015 penghematan impor akan mencapai 36 persen. "Dan solarnya mencapai sekarang 40 persen, nantinya tidak akan ada impor pada akhir tahun," ucap Presiden.

Proses-proses produksi premium, solar LPG dan HOMC 92 (dikenal sebagai Pertamax 92) yang akan dikerjakan di komplek TPPI Tuban ini dan ke arah depannya komplek ini akan menjadi Komplek Industri Petrokimia di Indonesia. 

"Sebuah keputusan politik yang tadi diputuskan di dalam rapat dan kita harapkan nantinya, turunan-turunan dari proses produksi disini semuanya akan dihasilkan di komplek industri petrokimia itu," ujar Presiden.

Bahan-bahan turunan itu adalah seperti petrochemical, seperti paraxylene, Orthoxylene, Benzene, dan Toluene yang dibutuhkan oleh industri nasional. "Ini adalah masa depan industri dasar petrokimia di Indonesia, jangan berhenti," ucap Presiden.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement