Rabu 11 Nov 2015 16:32 WIB

BI Kembali Kaji Pelonggaran Kebijakan Moneter

Rep: Binti Sholikah/ Red: Nur Aini
Gubernur Bank Indonesai (BI) Agus Martowardojo
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Gubernur Bank Indonesai (BI) Agus Martowardojo

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Indonesia akan mengkaji lebih lanjut terkait adanya ruang untuk pelonggaran kebijakan moneter. Seluruh komponen dan faktor yang mempengaruhi kebijakan moneter akan dikaji dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) bulanan yang paling dekat pada 17 November 2015.

Gubernur Bank Indonesia Agus DW Martowardojo mengatakan, dalam RDG  Oktober yang lalu pihaknya menyatakan adanya ruang untuk pelonggaran kebijakan moneter ke depan. Hal itu mempertimbangkan, BI melihat adanya perbaikan ekonomi domestik. Indikatornya, inflasi yang semakin terkendali dan sesuai dengan target.

Inflasi pada Oktober 2015 secara tahunan (yoy) sebesar 6,25 persen. Jika dibandingkan dengan BI Rate saat ini 7,5 persen, maka ada margin atau real interest rate 1,25 persen. 

BI juga melihat pertumbuhan ekonomi yang lebih baik. Meskipun di kuartal ketiga pertumbuhan ekonomi 4,73 persen, di bawah ekspektasi BI sebesar 4,85 persen. 

"Jadi kita katakan ini ada perkembangan yang baik, terlihat ada ruang. Namun semua itu pasti kita perlu mempertimbangkan banyak faktor khususnya faktor eksternal yang sangat penuh ketidakpastian," jelasnya saat berkunjung ke kantor Republika.co.id, Jakarta, Rabu (11/11).

Agus menyatakan, jika BI ingin melakukan perubahan posisi kebijakan moneter, harus menunggu RDG bulanan pada 17 November dan akan dikaji lagi. Namun, Agus menekankan, BI akan sangat hati-hati jika ingin melakukan perubahan stance moneter, karena faktor-faktor eksternal yang penuh risiko. Faktor-faktor eksternal tersebut antara lain, ekonomi Cina yang terus melemah, dan diperkirakan tumbuh 6,8 persen pada akhir 2015. Ada 30 negara berkembang yang ketergantungan dengan Cina, termasuk Indonesia. 

Selain itu, harga komoditas juga terus menurun sampai minus 16-17 persen,  yang sebelumnya diperkirakan hanya turun 11 persen. Faktor selanjutnya, perekonomian AS yang mulai membaik dan mengindikasikan adanya kenaikan suku bunga (Fed Funds Rate/FFR).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement