REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gubernur Bank Indonesia, Agus Martowardojo menilai pemerintah terus berupaya menjaga kinerja transaksi berjalan, meskipun ekspor nasional melemah.
Turunnya harga komoditas dan melemahnya perekonomian Cina melemahkan ekspor Indonesia. Apabila perekonomian Cina turun satu persen, maka Indonesia akan terpengaruh sekitar 0,6 persen. Agus mengatakan turunnya ekspor menyebabkan defisit transaksi berjalan sejak 2011. Namun Agus menyambut baik pemerintah saat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sejak 2013 yang berusaha menjaga agar defisit transaksi berjalan tidak terus merosot.
Agus pun mengaku lega melihat Jokowi mempunyai kesamaan visi dengan pemerintahan sebelumnya untuk menjaga kinerja transaksi berjalan. "Kita tidak perlu bertransformasi dari negara impor ke negara ekspor ataupun mengubah kondisi perekonomian yang mengandalkan konsumsi menjadi produksi," kata Agus saat berkunjung ke kantor redaksi Republika.co.id, Rabu (11/11).
Kedua hal tersebut menjadi visi Indonesia di bidang perekonomian, namun untuk mewujudkannya dinilai membutuhkan waktu. Menurutnya, pemerintah mempunyai itikad baik untuk tidak membuat defisit transaksi berjalan semakin terpuruk. Di negara-negara berkembang dunia, defisit transaksi berjalan sangat dihindari. Apalagi jika ditambah dengan inflasi tinggi, maka akan lama menyembuhkan perekonomian.
Indonesia sudah berupaya memperbaiki defisit transaksi berjalan. Menurutnya, hal itu terbukti pada 2013, defisit 29 miliar dolar AS, pada 2014 sebesar 27 miliar dolar As, dan 2015 sebesar 18 miliar dolar AS.
Dari lima negara utama ASEAN, yaitu Singapura, Thailand, Malaysia, Indonesia, dan Filipina, empat negara diantaranya surplus kecuali Indonesia. "Tapi tidak harus takut karena kita punya sumber daya alam (SDA) sehingga bisa diperbaiki, namun memang butuh waktu," ujarnya.
Menurunnya ekspor dan adanya defisit transaksi berjalan membuat ekonomi Tanah Air melambat. Hal tersebut terpengaruh adanya kebijakan menaikkan suku bunga pada 2013 untuk menghambat permintaan agar tidak terus merosot ke bawah sehingga menyebabkan pertumbuhan ekonomi berjalan pelan.
Agus mengaku optimistis terhadap kehidupan perekonomian Indonesia ke depan. Pada 2015, ekonomi Indonesia sudah melewati turning point. Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang semula 4,7 persen bisa dibuat sedikit naik menjadi 4,73 persen. Meski kecil, namun peningkatan tersebut mampu mematahkan anggapan yang menyebut perekonomian Indonesia akan mengalami 'pendaratan keras' (hard landing).
"Ini hasil kerja keras pemerintah. Pertumbuhan ekonomi Indonesia masih bagus dibanding negara lain," ujar pria penyuka sop kaki kambing ini.
Baca berita lain:
Hasil Kajian Indikasikan Gabung TPP Bisa Tingkatkan Ekspor
Kementerian Keuangan Berencana Tambah Variasi Sukuk