Selasa 09 May 2023 14:58 WIB

Ekonom Proyeksikan Cadangan Devisa Capai 155 Miliar Dolar AS pada 2023

Inflasi Indonesia diperkirakan terus mereda ke depan.

Petugas menarik tumpukan uang tunai sebelum didistribusikan melalui kantor cabang dan mesin ATM di Pooling Cash Plaza Mandiri, Jakarta, Kamis (8/9/2022). Ekonom Bank Mandiri Faisal Rachman memproyeksikan cadangan devisa Indonesia pada akhir 2023 akan mencapai 135 miliar hingga 155 miliar dolar AS atau meningkat dari 137,2 miliar dolar AS pada 2022.
Foto: ANTARA/M Risyal Hidayat
Petugas menarik tumpukan uang tunai sebelum didistribusikan melalui kantor cabang dan mesin ATM di Pooling Cash Plaza Mandiri, Jakarta, Kamis (8/9/2022). Ekonom Bank Mandiri Faisal Rachman memproyeksikan cadangan devisa Indonesia pada akhir 2023 akan mencapai 135 miliar hingga 155 miliar dolar AS atau meningkat dari 137,2 miliar dolar AS pada 2022.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ekonom Bank Mandiri Faisal Rachman memproyeksikan cadangan devisa Indonesia pada akhir 2023 akan mencapai 135 miliar hingga 155 miliar dolar AS atau meningkat dari 137,2 miliar dolar AS pada 2022.

"Perkiraan ini berkat penurunan harga komoditas yang lebih bertahap dan implementasi fasilitas instrumen term deposit valuta asing devisa hasil ekspor (TD valas DHE)," ucap Faisal dalam hasil kajiannya yang diterima di Jakarta, Selasa (9/5/2023).

Baca Juga

Maka dari itu, cadangan devisa pada tahun ini dapat mendukung nilai tukar rupiah terhadap dolar AS pada periode ketidakpastian global yang tinggi. Adapun per April 2023, cadangan devisa domestik mencapai 144,2 miliar dolar AS.

Faisal menuturkan proyeksi tersebut juga seiring dengan perkiraan neraca transaksi berjalan yang kemungkinan mengalami defisit sebesar 1,1 persen dari produk domestik bruto (PDB). Kondisi tersebut berbalik arah dari kondisi tahun 2022 yang mencatat surplus sebesar satu persen PDB.

"Kendati demikian, perkiraan ini masih lebih rendah dari defisit sebesar tiga persen dari PDB, yang berarti transaksi berjalan tetap dalam kondisi sehat," katanya.

Dia menjelaskan penurunan transaksi berjalan lebih disebabkan oleh melemahnya pertumbuhan ekspor di tengah penurunan harga komoditas, yang didorong oleh lesunya permintaan global dengan latar belakang tingginya inflasi dan kebijakan kenaikan suku bunga yang masih berlangsung.

Surplus perdagangan diproyeksikan menyusut, tetapi bisa bertahan lebih lama dari yang diantisipasi karena penurunan harga komoditas terlihat lebih bertahap, berkat pembukaan kembali ekonomi Tiongkok.

"Namun, meningkatnya risiko krisis perbankan saat ini, khususnya di AS, dapat membebani prospek," ungkapnya.

Faisal menyebutkan peningkatan ketakutan akan penyebaran krisis perbankan global, yang bisa memperlambat ekonomi global, dapat memicu sentimen risk-off di pasar saham. Sebagian besar bank sentral utama akan mempertahankan tingkat kebijakan global lebih tinggi untuk waktu yang lebih lama guna menjinakkan inflasi, sehingga memberikan tantangan untuk arus masuk ke pasar obligasi.

Tetapi kabar baiknya, inflasi Indonesia diperkirakan terus mereda ke depan dan dapat mencapai kisaran target 2-4 persen pada akhir paruh pertama pada 2023, lebih awal dari yang diperkirakan sebelumnya.

Dirinya berpendapat hal ini akan menjaga penyebaran positif suku bunga riil (suku bunga nominal dikurangi tingkat inflasi), membuat instrumen keuangan Indonesia relatif lebih menguntungkan dibandingkan dengan negara sejenis dan menarik arus masuk.

"Ada aliran masuk bersih sebesar 830 juta dolar AS ke pasar saham pada 23 April. Untuk pasar obligasi, terjadi aliran modal asing masuk bersih sebesar 280 juta dolar AS," tambah Faisal.

Ia menyebutkan agenda pemerintah untuk terus melakukan hilirisasi sumber daya alam juga dapat menarik lebih banyak aliran investasi langsung ke Indonesia. Upaya menahan DHE, termasuk instrumen Bank Indonesia (BI) yakni TD valas DHE, juga dapat menghambat penempatan aset di luar negeri.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement