REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dibanding masuk dalam Kemitraan Trans Pasifik (TPP) yang menuntut kesiapan prima, Indonesia disarankan untuk berfokus pada Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) yang sudah di depan mata.
Terlebih lagi, ungkap Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Enny Sri Hartati, TPP hanya terfokus pada pasar tekstil dan sawit. "Kalau ingin perluas pasar, pasar ASEAN dan domestik juga besar. Jadi pemenang di pasar domestik saja Indonesia belum bisa," kata Enny kepada Republika, Senin (2/11).
Menurutnya, yang harus diperhitungkan dari TPP adalah kesiapan Indonesia. "Untung pasti ada, tapi apakah Indonesia siap dengan konsekuensi aturan-aturan TPP yang ketat?," ujarnya.
Masalahnya, lanjut Enny, Indonesia belum memiliki hitungan menyeluruh soal TPP, termasuk bagaimana memanfaatkannya agar dapat aneka keuntungan. Jika pun Indonesia memandang penting untuk mengejar pasar Amerika Serikat, menurutnya cukup dilakukan melalui kerja sama bilateral.
Dengan begitu, kata Enny, kesiapan bisa dinegosiasikan sesuai kondisi. Sementara kerja sama multilateral seperti TPP punya konsekuensi yang mengikat bersama.
''Dari hitungan sederhana saja, Indonesia banyak belum siapnya. Nanti Indonesia malah jadi pasar saja,'' ungkap Enny.
Menurutnya, jangan karena Indonesia tidak mampu melakukan persaingan bebas, maka pembangunan kapasitas dipaksa. ''Itu konyol. Bangun kapasitas dulu, baru kompetisi,'' kata Enny.