REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi mengatakan, pengaduan atas permasalahan listrik selalu menduduki peringkat lima teratas dari sejumlah pengaduan yang masuk ke YLKI setiap tahunnya.
Pengaduan tersebut di antaranya, seperti permasalahan penyalaan bergilir, pemaksaan token yang secara regulasi tidak ada, namun di lapangan terjadi.
Terkait pencabutan subsidi tarif listrik bagi pelanggan rumah tangga berdaya 450 VA dan 900 VA, yang tidak layak lagi mendapat subsidi, akan dilakukan secara sekaligus pada 1 Januari 2016, ia mengungkapkan penolakannya, apabila pencabutan subsidi itu dengan mengkonversi golongan ke nonsubsidi.
Ia berharap, jangan sampai mekanisme kebijakan ini digunakkan sebagai bentuk untuk mengungkapkan tarif pasar kemudian menjual PLN ke pihak lain.
"Ini sebenernya kedok untuk terapkan tarif berdasarkan mekanisme pasar. Kita terus suarakan itu baik di PLN, maupun pemerintah. BBM sudah mekanisme pasar, listrik juga, peran negara apa?" ujarnya dalam acara diskusi bertajuk 'Dampak Pencabutan Subsidi Listrik Terhadap Perekonomian' di gedung Dewan Pers, Jalan Raya Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Ahad (1/11).
Sebelumnya, Ketua Pengurus Harian YLKI Sudaryatmo menyatakan, saat ini, pelanggan 450 VA hanya dikenaikan tarif listrik Rp 400 per kWh dan 900 VA hanya Rp 600 per kWh. Sementara, tarif keekonomian atau nonsusidi pelanggan 1.300 VA yang akan diberlakukan pada pelanggan 450 dan 900 VA, mencapai Rp 1.352 per kWh. Dengan demikian, ada kenaikan 238 persen bagi pelanggan 450 VA dan 125 persen untuk pelanggan 900 VA.