Ahad 25 Oct 2015 16:05 WIB

Soal Freeport, Jokowi Disebut Tidak Ksatria

Rep: Muhammad Nursyamsyi/ Red: Teguh Firmansyah
Presiden Jokowi didampingi Wakil Presiden Jusuf Kalla memimpin rapat terbatas, di kantor Presiden, Jakarta, Jumat (23/10).
Foto: Setkab
Presiden Jokowi didampingi Wakil Presiden Jusuf Kalla memimpin rapat terbatas, di kantor Presiden, Jakarta, Jumat (23/10).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat Pertambangan dan juga Direktur Eksekutif IRESS Marwan Batubara mempertanyakan ketidaksolidan pemerintah dalam menyikapi perpanjangan kontrak PT Freeport.

Menurutnya, sikap pemerintah sejak dua tiga minggu terakhir memang tidak memberikan suatu sikap yang solid.

Perihal kebijakan Menteri ESDM Sudirman Said yang banyak mendapat kritikan tajam, ia menilai hal tersebut bukti dari tidak ksatrianya presiden.

"Kalau kita terus menggugat Pak Sudirman, faktanya memang kita mengecam beliau tapi di sisi lain atas persetujuan Jokowi. Jadi ada masalah bahwa Jokowi tidak ksatria," ujarnya dalam diskusi Forum Senator untuk Rakyat (FSuR) bertajuk "Rakyat Menuntut Hak kepada Freeport", di Restoran Dua Nyonya, Cikini, Jakarta, Ahad (25/10).

Ia meyakini, pernyataan dan kebijakan yang diambil Menteri ESDM merupakan sikap yang sudah disetujui presiden.

Untuk itu, ia meminta kepada pemerintah, supaya Presiden Jokowi berhenti bersandiwara dan segera solidkan para menterinya agar memiliki kesamaan sikap soal Freeport.

"Terakhir saya kira Pak Rizal (Menko Kemaritiman) punya sejarah panjang soal Freeport. Ini seharusnya dikapitalisasi. Saya takut dua menteri kita sengaja diadu," lanjutnya.

Ia berharap, Presiden Jokowi menunjukkan jati diri sebagai pemimpin, karena Freeport telah melakukan kejahatan korporasi, dan apabila kejahatan ini dibongkar di Indonesia, maka saham di AS bisa anjlok. "Kita bukan anti asing hanya saja ingin penerimaan negara lebih besar," ungkapnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement