REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Cina menyatakan akan menjaga pertumbuhan ekonomi sekitar 6-7 persen per tahun selama tiga sampai lima tahun ke depan. Pernyataan itu disampaikan Wakil Gubernur Bank Rakyat Cina (PBOC) Yi Gang, sehari setelah suku bunga bank dipotong untuk keenam kalinya dalam waktu kurang dari setahun.
"Pertumbuhan ekonomi Cina di masa depan masih akan relatif stabil, sekitar tujuh atau enam koma sekian. Semuanya masih normal dan terkendali," kata Yi dalam sebuah konferensi di Beijing, Sabtu (24/10).
Sementara itu, para pengamat menyatakan bahwa tingkat pertumbuhan Cina tahun ini termasuk paling lambat dalam dua dekade terakhir. Namun, lajunya masih lebih cepat dari sejumlah negara besar lainnya.
Pelonggaran kebijakan moneter di negara dengan perekonomian terbesar kedua di dunia itu tengah berada pada titik paling agresif. Data yang dirilis awal pekan ini menunjukkan ekonomi Cina tumbuh 6,9 persen antara Juli dan September dari tahun sebelumnya, kali pertama berada di bawah tujuh persen sejak krisis keuangan global.
Wakil Gubernur mengatakan, PBOC berencana untuk mempertahankan suku bunga pada tingkat yang wajar untuk mengurangi beban utang perusahaan. Akan tetapi, ia mencatat bahwa liberalisasi suku bunga tidak berarti bahwa bank sentral akan mengurangi regulasi tarif.
Yi memerinci, mata uang yuan yang sempat terganggu setelah devaluasi mendadak pada awal Agustus kini telah kembali stabil. Langkah lain, Cina akan menurunkan cadangan persyaratan rasio dan menetapkan suku bunga kredit dan deposito tertentu tanpa membatasi harga pasar.
"Selain itu, akan diberlakukan berbagai penyesuaian pada pasar saham Cina yang telah jatuh tajam sejak Juni. PBOC sedang mencari tingkat leverage (rasio antara jumlah jaminan dan dana yang dipinjam yang dialokasikan untuk trading) di pasar saham," katanya.