REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Direksi PT Pertamina dinilai lebih mengedepankan pihak asing dalam menjalankan proyek-proyek perusahaan pelat merah tersebut.
Misalnya, seperti tuntutan Serikat Pekerja Pertamina (SPP) yang kecewa terhadap kebijakan pemerintah Indonesia yang memberikan sebagian saham Blok Mahakam sebesar 30 persen kepada asing.
Sementara, Pertamina sebagai operator penuh mendapatkan 70 persen serta diwajibkan share ke BUMD.
Mereka menilai, pemerintah Indonesia semakin terlihat tidak berpihak terhadap kepentingan nasional, karena telah menetapkan Participating Interest (PI) untuk Blok Mahakam yang akhirnya tidak 100 persen dimiliki oleh Pertamina.
“Kalau benar mereka berpihak pada asing, patut kita pertanyakan nasionalisme mereka. Hakikatnya, BUMN pemegang sahamnya negara alias milik rakyat, jadi enggak masuk akal kalau dia mementingkan asing,” kata anggota Komisi VI DPR RI dari Fraksi Partai Gerindra Mohammad Hekal dalam rilisnya kepada Republika.co.id, Sabtu (24/10).
DPR, ujarnya, memberikan tugas kepada BUMN untuk menjadi agent of development atau agen pembangunan.
“Tentu ujung daripada tugas-tugas itu untuk kepentingan bangsa, bukan untuk asing.”
Ia pun mempertanyakan saat Pertamina terus memakai jasa atau perusahaan asing untuk menjalankan proyek dan program-program mereka. Sebab, sama saja Pertamina mengabaikan kemampuan yang dimiliki oleh warga pribumi.
“Kalau ada keterlibatan asing itu wajar, tapi harus diprioritaskan pada kegiatan yang mana Pertamina sendiri tidak mampu. Tapi, masa ya warga lokal tidak ada yang kompeten di bidang itu,” jelasnya.
Tidak hanya itu, politikus Partai Gerindra itu juga mengungkapkan mengenai suplai untuk perusahaan swasta dan asing yang perlu dilakukan Pertamina.Menurutnya, Pertamina dalam hal suplai harus profesional selayaknya perusahaan kelas dunia dan bisa memberikan jaminan ketersediaan pasokan petrokimia dan gas untuk industri domestik.