Selasa 20 Oct 2015 16:27 WIB

Ini Alasan Indonesia Masih Langganan Sapi Impor

Rep: Sonia Fitri/ Red: Nidia Zuraya
Sapi Impor.  (ilustrasi)
Foto: Republika/Aditya Pradana Putra
Sapi Impor. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kegiatan pembiakan sapi potong di Indonesia masih menjadi subsistem usaha tani. Kegiatan peternakan belum masuk skala produksi untuk pasokan besar sebab peternak masih menjadikan sapi sebagai tabungan dan skala usaha kecil.

"Ini tidak efisien dan tidak berorientasi pada penyediaan bibit sapi potong," kata Ketua Gabungan Perusahaan Pembibitan Sapi Potong Indonesia (GAPPSI) Dayan Antoni belum lama ini. 

Padahal, pembiakan intensif atau dikandangkan mengandalkan input pakan dan menghasilkan bibit ternak yang mahal dan tidak kompetitif. Di sisi lain, industri pembibitan belum ada di Indonesia dan masih menjadi tanggung jawab pemerintah. Pembibitan membutuhkan waktu 10-15 tahun untuk menghasilkan mutu genetik yang baik. 

Peternakan sapi pun, lanjut dia, masih menjadi segmen usaha peternakan yang tidak diminati secara komersial. Ini tidak menarik bagi investor karena ada faktor dimensi waktu, resiko yang tinggi dan tingkat pengembalian modal yang rendah.

Ia menguraikan, untuk memproduksi satu anak sapi dibutuhkan waktu 12 bulan dengan biaya Rp 5 juta-Rp 6 juta. Berlanjut untuk menghasilkan sapi bakalan membutuhkan waktu satu tahun dengan tambahan biaya Rp 5 juta-Rp 6 juta, ada biaya Rp 3 juta-Rp 4 juta untuk menggemukkan sapi selama 3-6 bulan. 

Maka, untuk memproduksi sapi siap potong dengan bobot 350 kilogram membutuhkan waktu 4,5 tahun dengan biaya sekitar Rp 14 juta per ekor. Proses tersebut belum ditambah risiko kematian sapi dan biaya produksi sapi siap potong mencapai Rp 16 juta per ekor atau Rp 45 ribu per bobot sapi hidup.

Inilah yang menyebabkan ketersediaan sapi bakalan lokal minim dan harus terus menerus impor. Ia sangat dipengaruhi oleh kemampuan produksi anak sapi yang diperoleh dari hasil pengembangbiakan. "Sistem produksi sapi potong dalam negeri belum bisa diandalkan," katanya. 

Maka ia pun membenarkan soal langkah awal swasembada sapi yakni dimulai dengan melakukan edukasi kepada peternak. Pola pikir dalam beternak sapi perlu diubah agar lebih berdayasaing dan efisien. Sentra Peternakan Rakyat (SPR) yang digagas pemerintah bisa menjadi solusi nyata jika dilaksanakan dengan sungguh-sungguh. "Tapi tetap, tidak ada yang instan dalam urusan mencapai swasembada sapi," tuturnya.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement