Senin 19 Oct 2015 06:24 WIB

Indonesia dalam Kondisi Darurat Akibat Uang Ilegal

Mata uang rupiah
Foto: Republika.co.id
Mata uang rupiah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Forum Pajak Berkeadilan (FPB) meminta transparansi perpajakan tambang terkait banyaknya penambangan ilegal yang beroperasi tanpa mengikuti peraturan yang berlaku.

"Kami meminta kepada pemerintah untuk menindak tegas perusahaan yang tidak patuh dalam pembayaran pajak, perusahaan yang tidak memiliki nomor pokok wajib pajak (NPWP) dan tidak melaporkan SPT Pajak," kata Koordinator FPB AH Maftuchan di Jakarta, Ahad (18/10).

Ia menjelaskan Indonesia sedang berada pada kondisi darurat aliran uang ilegal. Tahun 2003 total aliran uang ilegal dari Indonesia ke luar negeri ditengarai mencapai Rp 141,82 triliun meningkat menjadi Rp 227,75 triliun pada 2014. Indonesia termasuk lima negara dengan jumlah aliran uang ilegal terbesar di dunia setelah Cina, Rusia, India, dan Malaysia.

Khusus untuk sektor pertambangan (migas, mineral dan batubara/bahan galian), kenaikan aliran uang ilegal sangat fantastis, kurun 2003-2014 mencapai 102,43 persen atau rata-rata setiap tahun terjadi kenaikan sebesar 8,53 persen. Tahun 2003 total aliran uang ilegal di sektor pertambangan ditengarai mencapai Rp 11,80 triliun, sedangkan pada 2014 naik mencapai Rp 23,89 triliun.

Sementara itu, menurut peneliti kebijakan ekonomi dari Publish What You Pay (PWYP) Indonesia, Wiko Saputra, aliran uang ilegal di sektor pertambangan diakibatkan oleh adanya transaksi perdagangan faktur palsu (trade mis-invoicing). Hal ini terjadi karena maraknya tambang-tambang ilegal yang beroperasi dan terjadi ekspor komoditi pertambangan yang tidak tercatat.

Hal lainnya, ungkap Wiko, besarnya jumlah aliran uang ilegal di sektor pertambangan juga disebabkan oleh tingginya indikasi terjadinya penghindaran pajak dan pengelakan pajak yang melibatkan perusahaan pertambangan di Indonesia. Menurutnya, ini bisa dilihat dari data realisasi penerimaan pajak di sektor pertambangan yang hanya sebesar Rp 96,9 triliun. Bandingkan dengan Produk Domestik Bruto (PDB) sektor pertambangan yang mencapai Rp 1.026 triliun.

"Artinya, nisbah penerimaan pajak terhadap PDB (tax ratio) sektor pertambangan hanya sebesar 9,4 persen," ujar Wiko.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement