Kamis 15 Oct 2015 20:30 WIB

Indonesia Sedang Mengalami Krisis Ganda

Rep: Sonia Fitri/ Red: Nidia Zuraya
Seorang petani menyiram lahan pertaniannya. (ilustrasi)
Foto: Antara/Wahyu Putro A
Seorang petani menyiram lahan pertaniannya. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia disebut-sebut tengah mengalami krisis ganda dalam bidang pangan. Hal tersebut tampak nyata salah satunya dari kelakuan yang ditunjukkan ketika melakukan impor beras pada tahun ini.

Menurut pengamat politik pangan Andi Sinulingga, Indonesia sedang mengalami krisis data pangan dan koordinasi antarlembaga di bidang pangan. "Pangan kita sedang mengalami krisis data, juga krisis koordinasi," kata dia, Kamis (15/10).

Ia mencontohkan soal data luas sawah yang ditanami padi sekitar 7,2 hektare. Jumlah tersebut seharusnya dilengkapi data spesifik di wilayah mana saja, kondisinya seperti apa dari waktu ke waktu serta jelas siapa yang menggarapnya.

Dengan data yang lengkap, pemerintah bisa menginjak tahap pemetaan produksi secara kongkrit. Tenaga penyuluh yang melibatkan kalangan akademik pun menjadi tak mubazir karena kegiatan yang dilakukan di sawah tak sekadar formalitas. Sayangnya, saat ini data pertanian masih payah.

Situasi tersebut pun berdampak pada banyaknya program dan bala bantuan pertanian yang tak tepat guna atau salah sasaran. "Benih datang ketika petani sudah mau panen, misalnya, atau traktor yang mangkrak di kantor desa karena bingung mau dikasih petani yang mana," tuturnya.

Data yang benar juga akan membuat koordinasi antar lembaga menjadi lancar. Tapi yang tampak, beberapa waktu lalu terjadi perbedaan pendapat antara Wakil Presiden dengan Menteri Pertanian soal produksi beras yang surplus. Krisis koordinasi juga tampak ketika pelaksanaan impor beras dilangsungkan dalam waktu dekat. Pemerintah yang harusnya satu suara malah tampak berbeda pendapat.

Hal tersebut diamini Senator dari Komite II Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Nofi Chandra. Anggaran Kementan yang berlipat sebanyak 100 persen dari tahun sebelumnya nyatanya tak banyak berdampak bagi kesejahteraan petani.

Dalam sejumlah kasus, kata dia, implementasi program benih unggul bukan untuk lahan dengan produksi rendah. Tapi ia disebar di lahan yang tanahnya sudah menggunakan bibit kualitas baik sebelumnya.

"Ini karena data yang tidak jelas, di mana wilayah lahan dengan produktivitas rendah, sedang maupun tinggi," tuturnya. Ketika ditanyakan kepada pemerintah, jawaban selalu sama yakni "Kita sedang dalam proses pendataan."

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement