Jumat 09 Oct 2015 15:59 WIB

Penguatan Rupiah tak Terkait Paket Kebijakan Ekonomi

Rep: Qommarria Rostanti/ Red: Nidia Zuraya
Mata uang rupiah
Foto: Republika.co.id
Mata uang rupiah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penguatan nilai tukar rupiah dinilai bukan disebabkan oleh paket kebijakan ekonomi yang diluncurkan pemerintah. Penguatan nilai tukar terhadap dolar AS lebih disebabkan oleh sentimen ekternal.

"Rupiah menguat tidak ada kaitannya dengan paket kebijakan ekonomi," ujar Direktur Eksekutif Institute for Development on Economics and Finance (Indef), Enny Sri Hartati saat dihubungi Republika.co.id, Jumat (9/10).

Penguatan rupiah telah terjadi semenjak tiga hari lalu ketika ada rilis tentang kondisi pengangguran di Amerika Serikat (AS). Begitu angka pengangguran AS masih tinggi, maka ekonomi dinyatakan belum pulih sehingga The Fed menunda peningkatan tingkat acuan suku bunganya hingga 2016.

Jika tingkat acuan suku bunga tidak dinaikkan, artinya permintaan dolar AS akan menurun sehingga orang-orang akan mengembalikan modalnya ke emerging market. "Fluktuasi rupiah sebenarnya terjadi karena ini. Bisa dilihat rupiah bisa tiba-tiba naik ataupun turun dengan singkat," ujar Enny.

Meski begitu, pemerintah harus mampu memanfaatkan momen ini untuk mengembalikan kredibilitas atau kepercayaan pengusaha. Misalnya dengan berbagai macam insentif yang akan menambah dan meyakinkan para pelaku usaha.

Yang menjadi pertanyaan adalah, kira-kira sampai kapan penguatan rupiah ini akan bertahan di bawah Rp14 ribu. "Apakah rupiah akan sangat bergantung pada penentuan suku bunga The Fed. Jika The Fed mengumumkan suku bunganya naik, apa rupiah akan ambruk lagi," ucap Enny mempertanyakan.

Untuk itu harus ada antisipasi dari pemerintah dengan menumbuhkan kepercayaan pada pelaku pasar. Mumpung masih ada sentimen positif, tumbuhan keyakinan pengusaha dengan langkah-langkah konkrit untuk mengembalikan roda perekonomian dalam negeri.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement