Senin 05 Oct 2015 19:04 WIB

BPK akan Periksa Proyek Kereta Cepat

Red: Nur Aini
Kereta cepat yang rencananya dibangun untuk jalur Jakarta-Bandung.
Foto: Setkab
Kereta cepat yang rencananya dibangun untuk jalur Jakarta-Bandung.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) meminta pengajuan pinjaman dan modal dari BUMN untuk megaproyek kereta cepat Jakarta-Bandung harus seefisien mungkin dan mampu mengantisipasi potensi kerugian.

"Itu memang domain BUMN, tapi BPK nanti tentu akan datang memeriksa," kata Anggota VII Bidang BUMN dan Migas BPK, Achsanul Qosasi di Jakarta, Senin (5/10).

Achsanul juga mengingatkan pemerintah untuk cermat dalam menyepakati kerja sama pembiayaan antara konsorsium BUMN kedua negara, dan kreditur Bank Pembangunan Cina (China Development Bank).

Khusus jangka waktu pengembalian pinjaman yang hingga 60 tahun, Achsanul menganggap konsorisum BUMN Indonesia dapat mengambil banyak keuntungan. Setidaknya, lanjut dia, BUMN Indonesia memiliki waktu pengembalian utang yang lama, sehingga tidak akan terlalu membebani keuangan korporasi.

Konsorsium BUMN untuk menangani proyek kereta cepat ini terdiri dari beberapa BUMN dari Indonesia, antara lain PT Wijaya Karya, PT Perkebunan Nusantara VIII, PT INKA, PT Kereta Api Indonesia, dan PT Jasa Marga. Empat BUMN itu akan mendirikan perusahaan patungan (joint venture) dengan konsorisum Cina yang dipimpin China Railway Corporation.

"Itu kesepakatan antara BUMN dan kreditur. Yang penting, mereka harus tetap cari yang efisien," ujarnya.

Sebelumnya, pemerintah telah menyerahkan megaproyek kereta cepat ke kerja sama dalam mekanisme bisnis antara BUMN atau swasta.

Skema pembiayaan yang dipilih secara bisnis untuk proyek ini adalah sebanyak 75 persen berasal dari pinjaman Bank Pembangunan Cina ke konsorsium BUMN Indonesia dan Cina. Sisanya, sebesar 25 persen adalah modal dan ekuitas konsorsium bentukan BUMN Indonesia dan Cina.

Biaya pembangunan proyek ini, berdasarkan studi kelayakan kereta cepat Cina, membutuhkan investasi 5,5 miliar dolar AS.

Pinjaman yang akan diberikan Tiongkok, menurut data Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, memiliki waktu pengembalian 40 tahun dengan bunga dua persen. Sedangkan, masa tenggang untuk tidak melakukan pembayaran angsuran pokok (grace period) adalah 10 tahun.

sumber : antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement