REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta pada Senin (5/10) pagi bergerak menguat sebesar 25 poin menjadi Rp 14.615 dibandingkan sebelumnya di posisi Rp 14.640 per dolar AS.
Ekonom Samuel Sekuritas Rangga Cipta, mengatakan, nilai tukar dolar AS terdepresiasi terhadap mayoritas mata uang di kawasan Asia setelah angka pertambahan tenaga kerja Amerika Serikat (AS) non manufaktur periode September lebih rendah dari pencapaian bulan sebelumnya.
"Menurunnya data Amerika Serikat itu membuat optimisme kenaikan suku bunga AS dalam waktu dekat ini cenderung tergerus," katanya, Senin (5/10).
Dari dalam negeri, lanjut dia, nilai tukar rupiah juga mendapat dorongan dari paket kebijakan ekonomi jilid III yang akan dikeluarkan pemerintah. Dikabarkan paket jilid III itu akan fokus untuk mendorong daya beli masyarakat dengan melakukan pemangkasan harga bahan bakar minyak (BBM) jenis Premium.
Kepala Riset NH Korindo Securities Indonesia Reza Priyambada menambahkan bahwa pelemahan pada sejumlah data-data AS yang dibarengi dengan kembali naiknya harga minyak mentah dunia menjadi salah satu sentimen positif bagi mata uang rupiah.
Penguatan mata uang rupiah, lanjut dia, juga memperlihatkan mulai adanya optimisme pasar terhadap perekonomian domestik. Diharapkan optmisme itu berlanjut menyusul pemerintah yang cukup aktif mengeluarkan beberapa kebijakan untuk menjaga perekonmian domestik.
Di sisi lain, ia mengatakan bahwa sebagian pelaku pasar uang juga masih melirik aset di negara-negara berkembang menyusul menurunnya harapan kenaikan suku bunga acuan Bank Sentral AS. "Bank sentral AS (the Fed) diperkirakan belum akan menaikkan suku bunganya dalam waktu dekat. Situasi ini membuat aset di negara berkembang dinilai masih menarik," katanya.