Sabtu 26 Sep 2015 14:25 WIB

Wantimpres Sarankan Pemerintah untuk Hemat Gunakan Cadangan Devisa

Rep: C14/ Red: Erik Purnama Putra
Anggota Wantimpres Suharso Monoarfa (kanan).
Foto: Republika/Raisan Al Farisi
Anggota Wantimpres Suharso Monoarfa (kanan).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah mengeluarkan paket kebijakan ekonomi September I, sayangnya kondisi perekonomian nasional tak kunjung membaik Hal itu antara lain tercermin dari masih melemahnya posisi nilai tukar rupiah hingga menyentuh Rp 14.700 terhadap dolar AS .

Anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) Suharso Monoarfa menegaskan, pemerintah masih dapat melakukan banyak upaya untuk menghemat penggunaan devisa. Dia menginginkan agar ke depannya Presiden Jokowi melimpahkan sejumlah proyek infrastruktur langsung kepada BUMN-BUMN terkait.

Dampaknya, lanjut politikus PPP tersebut, cadangan devisa nasional akan lebih bisa diperhemat lantaran proyek-proyek demikian didanai bukan melalui mekanisme APBN, melainkan pembiayaan melalui BUMN. “Jadi (kalau usulan ini terwujudkan), tidak ada beban di APBN. Langsung ke BUMN. Mengurangi defisit, pengusaha senang (karena) mendapatkan insentif, lapangan pekerjaan tersedia. Kemudian, proyek-proyek infrastruktur tetap berjalan,” ujar Suharso di Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (26/9).

Misalnya, sebut dia, pembiayaan proyek pembangunan infrastruktur dapat dilepas kepada BUMN-BUMN karya yang bergerak di bidang konstruksi. Bila sampai demikian, efektivitas penggunaan dolar AS akan lebih besar dalam menghemat belanja negara.

Selain itu, usulan tersebut dapat menjadi solusi atas macetnya penggunaan anggaran di lingkungan kementerian/lembaga. Seperti diketahui, penyerapan anggaran menjelang tutup tahun ini berjalan cukup lamban. Bahkan, dalam hal penyerapan daerah, terjadi ketakutan kolosal pejabat-pejabat daerah terkait kemungkinan kriminalisasi dalam mencairkan anggaran.

Saran lain, dia menambahkan, Presiden Jokowi dapat mengutamakan kebijakan yang merelaksasi fiskal, seperti tax amnesty policy. Kemudian, Presiden juga tidak dianggap tabu untuk mengambil dari pinjaman luar negeri.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement