Senin 21 Sep 2015 16:36 WIB
Rupiah Melemah

Apindo Usulkan Matriks Permasalahan 25 Sektor Usaha

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Djibril Muhammad
Logo Apindo
Logo Apindo

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) telah menyusun matriks permasalahan dunia usaha dari 25 gabungan sektor usaha. Matriks tersebut mencakup pemetaan berbagai permasalahan yang dihadapi, dan usulan penyelesaiannya.

"Matrik usulan dunia usaha dalam koordinasi Apindo pada dasarnya mencakup beberapa rekomendasi yang dapat segera dilakukan dalam jangka pendek, maupun jangka panjang," ujar Ketua Umum Apindo Hariyadi Sukamdani di Jakarta, Senin (21/9).

Hariyadi menjelaskan, rekomendasi jangka pendek yang harus dilakukan pemerintah dalam paket kebijakan ekonomi September 2015 yakni relaksasi kebijakan fiskal dan kebijakan kredit perbankan bagi sektor properti. Kebijakan fiskal yang ada saat ini harus lebih mengedepankan fungsi stimulus ketimbang fungsi pengumpul anggaran.

Hal tersebut menyebabkan sektor riil tidal bisa bergerak bebas dan terjadi penurunan volume penjualan di sejumlah sektor industri. Menurut Hariyadi, kebijakan fiskal sampai saat ini masih kental sebagai fungsi anggaran. Apalagi dalam kondisi yang sulit ini target penerimaan pajak justru semakin besar.

Selain itu, kemudahan kredit perbankan juga dinilai masih menyulitkan pelaku usaha. Hariyadi mengatakan, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memang sudah mengeluarkan sejumlah kebijakan stimulus, namun kalangan perbankan cenderung masih ragu. Padahal, menurutnya sektor perbankan harus mendorong aliran dana kepada sektor riil.

"Karena kalau semuanya berhenti, maka akan terjadi stagnansi dan penurunan kinerja sektor riil," kata Hariyadi.

Rekomendasi lainnya yakni terkait kebijakan ketenagakerjaan yang kondusif bagi iklim usaha, termasuk kebijakan upah minimum yang realistis. Tak hanya itu, pemerintah juga harus menjaga daya beli masyarakat dengan cara pengendaliaan biaya inflasi dan mempercepat belanja pemerintah.

Sementara itu, untuk jangka panjang, Apindo mengusulkan adanya konsistensi percepatan pembangunan infrastruktur. Hariyadi mengatakan, hendaknya pemerintah memiliki rencana yang jelas dan tidak membuat pengusaha bingung. Apalagi, antara satu kementerian dengan kementerian lain tidak kompak dalam mengeluarkan kebijakan

"Selama ini kita dibuat bingung, contohnya pemangkasan rencana pembangunan listrik yang awalnya 35 ribu megawatt menjadi 16 ribu megawatt, ini harus ada kejelasan dari pemerintah jangan hanya silang pendapat saja," ujar Hariyadi.

Selain itu, untuk jangka panjang pemerintah juga harus mendorong tumbuhnya industri dalam negeri sebagai subtitusi impor dengan menciptakan industri yang kompetitif. Salah satunya yakni dengan pengurangan biaya gas dan listrik bagi industri.

Kebijakan untuk mendorong ekspor juga perlu di dorong, terutama dalam mempercepat perjanjian internasional dengan negara-negara yang memiliki potensi ekspor seperti Uni Eropa.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement