Sabtu 19 Sep 2015 09:07 WIB

Pengamat: Bank BUMN Jangan Jadi Bantalan Utang

Rep: Qommarria Rostanti/ Red: Teguh Firmansyah
Layar monitor menunjukan pergerakan grafik surat utang negara di Delaing Room Treasury (ilustrasi).
Foto: Republika/Wihdan
Layar monitor menunjukan pergerakan grafik surat utang negara di Delaing Room Treasury (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Keputusan BUMN untuk meminjam uang oleh tiga bank milik negara dari China Development Bank (CDB) hendaknya dipikirkan secara matang. Harus dipikirkan jauh-jauh hari, jangan sampai pembiayaan infrastuktur namun dananya dari utang.

Pengamat ekonomi dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Eko Listianto mengatakan jika karena batas waktu dan keterbatasan dana lalu jor-joran berutang, ini akan membuka risiko bagi bank BUMN. "Sangat tidak baik untuk ke depannya," ujarnya kepada Republika.co.id, semalam.

Dengan mempertimbangkan sisi kredibilitas, Bank Mandiri, BRI, dan BNI memang cukup sehat. Namun  belum tentu 10 tahun kemudian saat pelunasan utang kondisi ketiga bank tersebut sebagus saat ini. Ada beberapa hal yang tidak bisa diantisipasi.

Eko pun mempertanyakan urgensi melibatkan BUMN dalam skema utang. "Jika memang negara punya BUMN yang sehat dan punya profitabilitas bagus, kenapa kemudian dimanfaatkan ke arah kemandirian pendanaan," ujarnya. Dengan kata lain, seharusnya pemerintah tidak mengkapitalisasi kredibilitas bank-bank BUMN untuk berutang. "Itu bukan pilihan benar," kata dia.

Bagaimapanun juga, kata dia, dunia keuangan Indonesia ke depan akan memiliki  risiko-risiko yang harus diantisipasi. Diantaranya adanya ajang Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) yang nantinya juga akan buat bank-bank bersaing.

Saat ini, bank-bank dalam negeri masih kalah dengan bank di ASEAN. Butuh penguatan-penguatan sehingga bisa menarik dana-dana untuk menguatkan perbankan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement