Rabu 09 Sep 2015 10:44 WIB

Paket Kebijakan Harus Menawarkan Solusi Quick Win

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Logo Apindo
Logo Apindo

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Eksekutif Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Agung Pambudi mengatakan, paket kebijakan yang akan dikeluarkan oleh pemerintah diharapkan dapat memunculkan solusi quick win sehingga maanfaatnya bisa segera dirasakan. Selain itu, paket kebijakan tersebut juga harus memiliki pondasi agar bisa diterapkan dalam waktu jangka panjang.

"Paket kebijakan ini harus mencakup sektor-sektor yang memberikan kontribusi signifikan bagi ekonomi kita," ujar Agung kepada Republika.co.id.

Agung menjelaskan, untuk jangka pendek sebaiknya paket kebijakan tersebut dapat memunculkan solusi quick win sehingga bisa membangun optimisme untuk penyelesaian masalah di jangka menengah dan panjang. Solusi quick win yang diharapkan yakni dengan melakukan revisi terhadap peraturan menteri (permen) yang dianggap kontra produktif. Dengan demikian, hasilnya bisa langsung diterapkan dan dirasakan dengan cepat oleh masyarakat serta dunia usaha.

Agung mencontohkan, salah satu peraturan yang kontra produktif yakni peraturan menteri perdagangan yang membatasi izin penerbitan pasar modern. Dalam peraturan itu disebutkan bahwa izin pasar modern hanya diberikan kepada daerah yang sudah mempunyai rencana detail tata ruang.

Padahal daerah yang sudah memiliki detail tersebut hanya berjumlah delapan dan bukan menjadi sasaran target pembangunan pasar modern. Menurut Agung, peraturan tersebut dapat menghambat industri retail karena tidak bisa mengantongi izin. Apabila peraturan tersebut diterapkan, maka tidak menutup kemungkinan dapat menyuburkan retail-retail ilegal di masyarakat.

"Ini solusinya  sederhana permen-nya diganti, sehingga orang-orang bisa segera merasakan manfaatnya," kata Agung.

Agung mencontohkan, sektor lain yang juga terkena dampak dari peraturan kontra produktif yakni rencana kenaikan cukai pada industri tembakau. Menurutnya, rencana kenaikan cukai yakni sebesar 23 persen tidak masuk akal. Seharusnya kenaikan hanya berkisar antara tujuh persen sampai delapan persen.

Hal ini bukan semata-mata ingin melindungi industri tembakau yang dinilai memiliki dampak negatif terhadap kesehatan, namun harus dilihat juga dari kontribusi terhadap perekonomian dan penyerapan tenaga kerja. Apabila rencana kenaikan cukai tersebut tetap dipaksakan maka dapat memukul industri dan menimbulkan adanya pemecatan hubungan kerja.

 

"Hal-hal seperti ini yang harus dihindari dalam paket kebijakan," ujar Agung.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement