Senin 07 Sep 2015 23:26 WIB

'Ekonomi Indonesia Tahan Krisis'

Jakarta, Ibukota ekonomi Indonesia
Foto: VOA
Jakarta, Ibukota ekonomi Indonesia

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Keuangan RI Bambang Brodjonegoro meyakini Indonesia memiliki ketahanan yang sangat baik dalam menghadapi krisis ekonomi yang dipicu pelemahan ekonomi global saat ini. Untuk itu, sejumlah langkah disiapkan pemerintah guna mempertahankan laju ekonomi. 

Dalam konteks itu, dalam rangka mempertahankan daya beli masyarakat, Pemerintah mempersiapkan instrumen Dana Desa yang langsung ke pemerintahan desa. Besarannya Rp20-an Triliun untuk 2015. Karena pemda juga diwajibkan menyumbang, maka angkanya bisa sampai Rp50-an triliun.

"Semuanya itu dipakai untuk infrastruktur swadaya dan cash transfer. Juga bisa dipakai untuk dana bergulir menggiatkan kegiatan ekonomi desa," kata Bambang dalam diskusi bertajuk "Daya Tahan Ekonomi Indonesia" yang diselenggarakan Relawan Merah Putih (RMP), di Jakarta, dalam keterangan yang diterima ROL, Senin (7/9).

Dilanjutkan Menkeu Bambang, selain Dana Desa, mulai 1 Agustus, sudah dijalankan Kredit Usaha Rakyat (KUR) versi baru dengan fokus mikro lewat bunga disubsidi. Perbankan diwajibkan memberi bunga 12 persen dari aslinya 22 persen. Tahun 2016, diperkirakan bunga bisa menurun hingga 9 persen.

Untuk pemerataan kesejahteraan, Pemerintah mengintervensi lewat Bantuan Tunai Bersyarat, yang berbedar dengan model Bantuan Langsung Tunai (BLT) selama ini. Indonesia mengacu pada Brasil yang berhasil menurunkan koefisien pemerataan 0,05 poin lewat program sejenis.

"Kita akan terapkan ke 6 juta rumah tangga miskin di Indonesia. Satu keluarga sangat miskin akan meneerima Rp150 ribu perbulan, misalnya. Tapi ada syaratnya. Misal, kalau punya anak, dipastikan anaknya sekolah, tak disuruh bekerja. Kalau ada ibu hamil, si ibu harus periksa ke Puskesmas secara teratur. Kalau ada raskin, dipastikan raskin mereka terima. Itu contoh syaratnya," jelas Menkeu.

Strategi pemerataan kesejahteraan yang lain adalah penyediaan infrastruktur, dengan kebijakan fisik minimum. Ke depan, Pemerintah akan mendorong pembangunan fasilitas umum di seluruh Indonesia sehingga bisa memenuhi layanan publik.

Sementara kebijakan umum terkait APBN 2015, Menkeu menegaskan pihaknya berfokus pada menjaga defisit anggaran supaya tak melebar terlalu jauh. Untuk siap-siap, Pemerintah juga sudah memiliki pembiayaan tambahan.

"Kita tentu akan dorong penerimaan supaya bekerja keras tanpa harus mengganggu iklim usaha. Ini poin yang kami jaga," kata Bambang.

Maruarar Sirait mendukung langkah Pemerintah. Namun, dia hanya mengingatkan agar Pemerintah bisa memperkuat pengawasannya. Semisal, terkait KUR, harus ada pengawasan kuat.

"Jangan sampai nanti non performing loan perbankan naik, yang disalahkan KUR-nya. Penting juga untuk memastikan tidak ada permainan," tegas Ara, sapaan akrab Ara.

Dirut BEI Tito Sulistio menambahkan ketahanan ekonomi Indonesia sebenarnya tidak bermasalah. Yang menjadi masalah justru karena semua merasa 'kebingungan' akibat tidak adanya strategi pembangunan nasional.

"Jadi bukan fundamental ekonomi kita tak kuat. Cuma bingung kita arahnya kemana. Itulah masalahnya bagi saya soal kondisi saat ini."

Dirut Bank Mandiri, Budi Gunadi Sadikin, juga meyakinkan bahwa secara fundamental dan teknis, Indonesia tahan terhadap krisis kali ini yang skalanya lebih kecil dibanding krisis 98 dan 2008. Masalahnya, adalah munculnya pesimisme yang berujung pada masalah psikologis dan emosional perekonomian.

"Krisis sekarang ini paling ringan dibanding 1998 dan 2008. Itu dari sisi fundamental. Masalah likuiditas, inflasi, situasi saat ini jelas lebih bagus. Bursa 1998, itu habis-habisan. Turunnya indeks 60 persen. Sekarang paling 20-25 persen. Bunga bank 98 itu sampai 60 persen. Di 2008, government year itu 21 persen. Sekarang 10 year bond yield, itu di bawah 9 persen. Maka secara teknis dan fundamental, sekarang lebih bagus," jelasnya.

"Maka kalau 2008 kita selamat, sekarang mestinya kita selamat. Cuma ada masalah psikologis dan emosional. Saya bingung kenapa kita turun sekali. Jawabannya, menurut saya, adalah karena semua pesimis. Ini yang bahaya," tegasnya.

"Sekarang bank susah juga, karena ada efek psikologis. Satu tak optimis, ngikut ke yang lain. Jadi tolong jangan pesimis lagi," tandasnya

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement