Senin 07 Sep 2015 18:32 WIB

Rupiah Kembali Letoy

Rep: Risa Herdahita/Antara/ Red: Teguh Firmansyah
Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS terus melemah di atas Rp 14 ribu.
Foto: Republika/Yasin Habibi
Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS terus melemah di atas Rp 14 ribu.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Nilai tukar rupiah pada pada pasar spot hari ini, Senin (7/9) kembali melemah. Bloomberg dollar index menunjukkan rupiah kembali ditutup melemah 0,66 persen atau 93,7 persen ke level Rp 14.266 per dolar AS.

Sepanjang hari ini di pasar spot, rupiah bergerak di kisaran Rp 14.214 per dolar AS sampai Rp 14.297,8 per dolar AS.  Tak jauh berbeda, kurs tengah Bank Indonesia hari ini menunjukkan nilai rupiah berada di level Rp 14.234 per dolar AS. Ini adalah penurunan sebesar 66 poin dari sehari sebelumnya yang ada di level Rp 14.178 per dolar AS.

Kepala Ekonom PT. Bank Mandiri Tbk (BMRI), Destry Damayanti, mengungkapkan faktor pelemahan rupiah bukan lagi menyoal pengaruh dari suku bunga Bank Sentral Amerika (the Fed).

Saat ini yang harus diperhatikan adalah mengenai ekonomi Cina yang rupanya masih terus memburuk meski telah beberapa kali Bank Sentral Cina (PBoC) mengeluarlan kebijakan penurunan suku bunga.

"Ini rupanya nggak bisa bisa mendorong ekonomi mereka. Mau nggak mau mereka mendorong lagi ekspornya dengan cara mendevaluasi Yuan lagi," jelasnya yang ditemui usai acara Seminar Internasional tentang Pendalaman Sektor Keuangan di Jakarta, Senin (7/9).

Sebelumnya, tambah dia, ekonomi Cina tumbuh pesat. Hal ini membuat pihak bank sentral di negaranya tak punya alasan untuk mendevaluasi Yuan. Namun, pada 2012 ekonomi mereka mulai melambat, yang membuat mereka harus menggenjot ekspor dengan jalan devaluasi mata uang.

Pengamat pasar uang Bank Himpunan Saudara, Rully Nova mengatakan, Nilai tukar rupiah melanjutkan pelemahan seiring dengan investor uang yang masih enggan untuk masuk ke pasar negara berkembang, termasuk Indonesia.

Indonesia dinilai masih memiliki kendala dalam dalam penyerapan anggaran belanja untuk infrastruktur.  Menurut Rully, serapan anggaran belanja pemerintah yang masih minim akan menghambat pertumbuhan perekonomian di dalam negeri untuk bergerak cepat.

Di sisi lain, lanjut dia, pelaku pasar juga masih bersikap "wait and see" terhadap pengumumnn data neraca perdagangan Indonesia periode Agustus yang sedianya akan diumumkan Badan Pusat Statistik (BPS) pada pertengahan bulan ini.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement