Ahad 06 Sep 2015 16:19 WIB

Utang Luar Negeri Swasta tak akan Picu Krisis

Rep: Satria K Yudha/ Red: Maman Sudiaman
Layar monitor menunjukan pergerakan grafik surat utang negara di Delaing Room Treasury (ilustrasi).
Foto: Republika/Wihdan Hidayat
Layar monitor menunjukan pergerakan grafik surat utang negara di Delaing Room Treasury (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Ekonom PT Bank BCA Tbk David Sumual mengatakan tingginya utang luar negeri swasta tidak akan menimbulkan krisis utang bagi Indonesia. Tatanan finansial Indonesia sudah lebih kuat dibandingkan saat terjadi krisis finansial global pada 2008.

Ada beberapa faktor yang membuat utang swasta tidak perlu terlalu dikhawatirkan. Pertama, kata David, perusahaan menengah besar sudah banyak  melakukan lindung nilai mata uang (hedging) setelah keluarnya kebijakan dari Bank Indonesia untuk melakukan hedging. "Dulu saat krisis global 2008-2009, tidak ada hedging. Makanya banyak yang kolaps," kata David kepada Republika.

Dengan adanya hedging, maka sebuah perusahaan yang memiliki utang dalam bentuk valuta asing seperti dolar Amerika Serikat tidak akan terlalu terbebani dengan adanya depresiasi nilai tukar rupiah.

Dia mengatakan, sebuah perusahaan saat ini harus melakukan lindung nilai minimal 20 persen bagi utang yang akan jatuh tempo dalam enam bulan ke depan. Sedangkan untuk utang yang akan jatuh tempo dalam tiga bulan ke depan, harus dilakukan hedging paling tidak 50 persen.

"Ini akan sangat membantu," ujarnya.

Faktor lainnya, tambah dia, tidak semua utang swasta berasal dari lembaga donor. Tapi ada banyak juga yang berutang kepada perusahaan induk di luar negeri. Sehingga, kalau misalnya terjadi gagal bayar, perusahaan induk sudah pasti akan memberikan bail-out.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement