Jumat 04 Sep 2015 07:45 WIB

Rupiah Melemah, Perajin Tempe: Balik Modal Saja Sudah Bagus

Rep: edy setiyoko/ Red: Teguh Firmansyah
 Pekerja membuat tahu dan tempe di Perumahan Industri Kecil (PIK) Primkopti Sentra Tahu dan Tempe Semanan, Kalideres, Jakarta Barat, Jumat (8/8). Hasil pembuatan tahu dan tempe di jual ke beberapa pasar di wilayah Jakarta dan Tangerang.
Foto: Republika/Yasin Habibi
Pekerja membuat tahu dan tempe di Perumahan Industri Kecil (PIK) Primkopti Sentra Tahu dan Tempe Semanan, Kalideres, Jakarta Barat, Jumat (8/8). Hasil pembuatan tahu dan tempe di jual ke beberapa pasar di wilayah Jakarta dan Tangerang.

REPUBLIKA.CO.ID, BOYOLALI -– Perajin tahu-tempe di Kecamatan Sawit dan Kecamatan Banyudono, Kabupaten Boyolali, Jateng, kelimpungan. Kondisi ini, dampak dari melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS yang berdampak pada melonjaknya harga bahan baku kedelai impor.

"Harga bahan baku kedelai impor naik tajam. Kami tak biasa bertahan," tutur Suwarto (50) perajin tahu-tempe Desa Bendan, Kecamatan Banyudono, Kabupaten Boyolali, Jum'at (4/9).

Menurut Suwarto, saat ini harga kedelai impor menyentuh Rp 85 ribu/kuintal. Padahal, harga sebelumnya bertahan pada kisaran Rp 75 ribu/kuintal. Kenaikkan harga Rp 10 ribu/kuintal sudah cukup membuat perajin tahu-tempe di sini kelabakan.

"Kenaikkan nilar dolar AS, otomatis berdampak biaya produksi," ujar Wartopo (65), perajin tahu-tempe yang lain.

Wartopo setiap hari butuh sekitar dua-tiga kuintal kedelai untuk produksi tahu. Selisih kenaikkan harga kedelai impor, cukup berarti bagi perajin. Oleh karena, dengan kenaikkan bahan baku berdampak pada keuntungan kian tipis. Soalnya, perajin tidak berani menaikkan harga jual lantaran takut kehilangan pembeli.

"Memproduksi tahu saat sekarang, balik modal saja sudah bagus. Masak, kerja tidak hanya kerja bhakti saja. Tidak ada upahnya dari memeras keringat," tambah Suwarni (57), perajin yang lain.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement