REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - PT Sumber Alfaria Trijaya Tbk (Alfamart) menyiapkan beberapa strategi untuk menjaga pertumbuhan bisnisnya di tengah perlambatan pertumbuhan ekonomi yang juga menyerang industri ritel di tahun ini. Presiden Direktur Alfamart, Anggara Hans Prawira mengatakan, untuk menghadapi pelemahan daya beli, perusahaan menerapkan beberapa strategi.
Antara lain, dengan menambah jumlah toko, memanfaatkan teknologi informasi, mengoptimalkan lini bisnis di luar negeri dan pilihan terakhir adalah menaikkan harga jual ke konsumen.
"Opsi terakhir dilakukan ketika suplier atau pemasok menaikkan harga ke Alfamart. Mau tidak mau, kami juga menaikkan harga jual ke konsumen. Biasanya di kisaran 4 hingga 10 persen," katanya, baru-baru ini.
Meskipun produk yang dipasarkan di toko Alfamart merupakan produk lokal, namun beberapa diantaranya menggunakan bahan baku impor. Akibatnya, ikut terkena imbasnya pada saat rupiah melemah.
Hans mengakui, opsi menaikkan harga bisa menurunkan daya beli konsumen yang berujung pada melambatnya pertumbuhan pendapatan dan laba perusahaan. Namun, agar roda bisnis tetap berjalan Alfamart memanfaatkan perangkat teknologi, seperti tablet. Tujuannya, guna mengefisiensikan penggunaan kertas dalam setiap laporan transaksi bisnis.
Hans juga menegaskan bahwa untuk menggairahkan perekonomian nasional, tidak cukup hanya dengan mengandalkan festive season, yakni momen Ramadhan dan Lebaran. Peritel menunggu belanja pemerintah (government spending).
“Saya berharap anggaran belanja pemerintah segera digulirkan agar mendongkrak daya beli. Proyek infrastruktur yang belum dijalankan pemerintah, misalnya, bisa menstimulus daya beli masyarakat,” kata dia.