Senin 31 Aug 2015 14:37 WIB
Buruh Bergerak

Buruh Diminta Realistis Tuntut Kenaikan UMP

Rep: Qommarria Rostanti/ Red: Esthi Maharani
Demo buruh  (ilusrasi)
Foto: Republika/WIhdan Hidayat
Demo buruh (ilusrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tuntutan kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) 2015 sebesar 25 persen yang diinginkan buruh dinilai masih terlalu dini untuk dibicarakan. Alasannya, hingga saat ini Dewan Pengupahan masih dalam tahap survei.  Khusus di DKI Jakarta, Dewan Pengupahan akan melakukan survei sebanyak empat kali.

"Saat ini baru dilaksanakan dua kali," ujar anggota Dewan Pengupahan DKI Jakarta Sarman Simanjorang, Senin (31/8).

Setelah survei selesai, Dewan Pengupahan akan akan melakukan sidang untuk menetapkan angka komponen hidup layak (KHL) sebagai dasar perhitungan untuk menetapkan besaran kenaikan UMP 2016.

"Sampai saat ini kita masih memakai peraturan yang ada dalam melakukan survei maupun menetapkan UMP 2016," kata dia.

Sarman berharap agar kaum buruh atau pekerja tidak berlebihan dalam menuntut kenaikan UMP 2016.

"Harus melihat realitas yang ada, yaitu situasi dan kondisi ekonomi kita yang sangat memukul dunia usaha," ucapnya.

Dia pun meminta saat kondisi seperti saat ini, dunia usaha jangan melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) sembari menunggu langkah kongkrit pemerintah untuk memulihkan kembali perekonomian Indonesia dari keterpurukan.

Pada Selasa (1/9), para buruh berencana melakukan aksi turun ke jalan. Sekitar 50 ribu orang buruh se-Jabodetabek diperkirakan akan memadati jalan ibukota. Beberapa aspirasi buruh yang ingin disampaikan diantaranya permintaan menurunkan harga barang pokok dan bahan bakar minyak (BBM) serta meminta pemerintah untuk mengambil langkah-langkah untuk tidak terjadinya PHK besar-besaran akibat dampak kurs rupiah yang semakin melemah dan menurunnya daya beli masyarakat akibat pertumbuhan ekonomi Tanah Air yang tidak sesuai target.

Tuntutan lainnya yaitu memproteksi masuknya tenaga kerja asing (TKA), kenaikan upah minimum 2016 sebesar 25 persen, merevisi jaminan kesehatan, jaminan pensiun, perbaikan aturan kesehatan dan keselamatan kerja serta pengadilan Hubungan Industrial dengan merevisi UU Nomor 2 Tahun 2004.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement