Rabu 17 Dec 2025 14:05 WIB

Rumus UMP 2026 Disebut tak Sejalan dengan Putusan MK

Buruh menilai kenaikan upah minimum belum sebanding dengan tekanan biaya hidup.

Rep: Frederikus Dominggus Bata/ Red: Friska Yolandha
Asosiasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (ASPIRASI) menyatakan kekecewaan atas rumus penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP) 2026.
Foto: Republika/Thoudy Badai
Asosiasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (ASPIRASI) menyatakan kekecewaan atas rumus penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP) 2026.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Asosiasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (ASPIRASI) menyatakan kekecewaan atas rumus penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP) 2026. Organisasi buruh ini menilai formula inflasi ditambah pertumbuhan ekonomi dikalikan koefisien alpha 0,5–0,9 dalam Peraturan Pemerintah tentang Pengupahan tidak menempatkan Kebutuhan Hidup Layak (KHL) sebagai prinsip utama.

ASPIRASI melihat kebijakan tersebut mereduksi mandat konstitusional pengupahan menjadi perhitungan teknokratis berbasis indikator makro. Dalam pandangan serikat pekerja, putusan Mahkamah Konstitusi (MK) menegaskan upah minimum harus memuat prinsip KHL, keadilan, dan kemanusiaan sebagai satu kesatuan arah kebijakan.

Baca Juga

“Kami kecewa karena rumus itu tidak mencerminkan dan tidak menjamin terpenuhinya Kebutuhan Hidup Layak bagi pekerja dan keluarganya,” ujar Presiden ASPIRASI Mirah Sumirat di Jakarta, Rabu (17/12/2025).

Mirah menegaskan putusan MK telah memberi rambu jelas bagi negara dalam merumuskan kebijakan pengupahan. Ia menilai penghilangan KHL dari inti formula berpotensi menjauhkan tujuan perlindungan pekerja dari praktik kebijakan.

ASPIRASI juga menyoroti proses penetapan kebijakan pengupahan yang melampaui batas waktu. Penentuan UMP seharusnya diputuskan pada November 2025, namun baru ditetapkan menjelang akhir Desember setelah pembahasan yang panjang.

“Proses yang lama seharusnya berujung pada kebijakan yang lebih adil dan berpihak pada pekerja,” kata Mirah.

Ia menilai hasil akhir kebijakan tetap menghasilkan kenaikan upah yang minimal dan jauh dari harapan buruh. Kondisi tersebut dinilai tidak sebanding dengan tekanan biaya hidup yang terus meningkat di berbagai sektor.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement