REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perusahaan konsultan profesional terintegrasi di bidang audit, pajak, dan business advisory RSM AAJ mengatakan, tak semua perusahaan harus melakukan pemutusan kontrak kerja karyawan (PHK) demi mempertahankan perusahaannya. Hal itu tergantung dari jenis industrinya.
Partner Corporate Finance and Transaction Support RSM AAJ Wijadi Tan menjelaskan, ada dua kondisi dalam industri. "Bila pabrik terus rugi, mau nggak mau diamputasi, namun kalau rugi tapi bisa diobati dengan aspek lain, berarti nggak perlu PHK," jelasnya, di Jakarta, Kamis, (27/8).
Ia menegaskan, PHK tak bisa direkomendasikan untuk semua perusahaan, melainkan per kasus. Sebelumnya, Wijadi juga sudah menyebutkan beberapa strategi perusahaan menghadapi turbulensi ekonomi selain dengan pemecatan masal.
Menurutnya, saat ini Indonesia belum bisa dikatakan krisis. Kondisinya jauh lebih sehat dibandingkan 1998.
"NPL dan inflasi pun nggak kayak dulu, bank-bank juga lebih pruden, tapi jangan terlena," tuturnya. Ia mengatakan, kini Indonesia harus dapat berusaha sendiri untuk menumbuhkan perekonomiannya.
Wijadi menjelaskan, satu-satunya harapan untuk menstimulasi pertumbuhan ekonomi adalah dari spending pemerintah terutama untuk infrastruktur. Ia menyayangkan pula, Indonesia tak membangun industri manufakturnya sejak lama, sehingga sekarang kewalahan saat negara tujuan utama ekspornya (Cina) bermasalah.