REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Kondisi rupiah yang terus terpuruk bisa menyebabkan terjadinya pemutusan hubungan kerja (PHK). Hal ini bukan isapan jempol semata mengingat PHK tersebut telah terjadi ketika dolar AS berada di kisaran Rp 13 ribuan.
Saat nilai tukar dolar AS menuju Rp 14 ribu, makin banyak PHK yang terjadi. “Kalau rupiah terus menerus melemah, perusahaan bisa tutup dan bisa terjadi PHK terhadap jutaan pekerja,” kata Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal kepada ROL, Rabu (26/8).
Menurutnya, kondisi perekonomian saat ini hampir sama dengan krisis ekonomi 1998 dan 2008. “Bahkan lebih parah karena sekarang daya beli masyarakat juga turun,” ucapnya.
Daya beli masyarakat turun ketika harga barang naik namun penghasilan atau upah pekerja tetap. Ini membuat masyarakat kesulitan membeli peralatan elektronik seperti televisi, motor, dan kebutuhan sekunder lainnya. “Masyarakat lebih menggunakan uangnya untuk membeli makanan, itu pun pas-pasan karena harganya ikut tinggi,” kata dia.
Apabila dolar AS terus menguat, maka para pekerja pabrik (buruh) akan ‘ambruk’. Pasalnya komponen lokal dalam satu produksi masih 40 persen, selebihnya yang 60 persen merupakan impor.
Akibatnya adalah terjadinya ketergantungan impor yang notabene mengikuti kurs dolar AS. Memang ada beberapa perusahaan yang orientasi bisnisnya pada kegiatan ekspor dimana dalam pembelian dan penjualan menggunakan dolar AS. Namun yang perlu diingat adalah pasar dunia sekarang ini juga sedang melemah sehingga pesanan pun berkurang.
“Perusahaan berkategori ini juga terancam kalau terus-terusan bisa hancur,” ujar Iqbal.