REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Indonesia (BI) memastikan, akan terus berada di pasar untuk menjaga stabilitas rupiah. Kondisi perekonomian saat ini masih lebih baik dibandingkan krisis moneter 1998 dan 2008.
Gubernur BI Agus Martowardoyo mengatakan, pelemahan rupiah dipengaruhi oleh kondisi eksternal. Salah satu pengaruh eksternal, perbaikan ekonomi di AS. Selain itu, juga dipengaruhi rencana Bank Sentral AS, The Fed berencana menaikkan suku bunga.
Menurut Agus, menghadapi masalah tersebut harus direspons dengan koordinasi yang baik antara otoritas moneter dan pemerintah. Pihak-pihak tersebut harus menyakinkan investor bahwa kebijakan yang dikeluarkan konsisten dan terpercaya.
Dia menuturkan, BI akan selalu berada di pasar menjaga stabilitas rupiah. Tujuannya, agar tidak terjadi volatilitas yang tinggi. Di samping itu, pihaknya juga menjaga cadangan devisa agar selalu memadai.
Agus menilai, kondisi saat ini jauh lebih baik dibandingkan dengan krisis moneter 1998 dan 2008. Hal itu bisa dilihat dari volatilitas nilai tukar yang lebih terkendali dan tingkat inflasi.
Dia menerangkan, pada krisis moneter 1997-1998 inflasi mencapai 60 persen. Pada 2008-2009 tingkat inflasi juga tinggi.
Agus melanjutkan, tingkat inflasi Indonesia mengarah ke level empat persen. Dengan bergerak di bawah 4,5 persen artinya, kondisi fundamental Indonesia lebih baik. Dia mengingatkan, situasi dan kondisi perekonomian harus dijaga agar pesimisme dan sentimen negatif tidak berkelanjutan.
Agus menuturkan, pertemuan seperti ini mengundang dunia usaha bertemu dengan presiden dan wakil presiden, menteri, OJK, dan BI merupakan koordinasi yang baik. Dia menilai, pertemuan tersebut digelar bukan karena pemerintah panik. Sebaliknya, apabila pertemuan seperti ini tidak dilakukan berarti pemerintah tidak mengatasi masalah dengan baik.