REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Nilai tukar rupiah semakin tertekan sampai menyentuh Rp 14 ribu per dolar AS. Menanggapi hal itu, Bank Indonesia (BI) menyatakan, ketidakpastian kondisi perekonomian dunia serta sentimen negatif menekan ekonomi Indonesia.
Gubernur BI Agus Martowardojo mengatakan pelemahan nilai tukar rupiah tak bisa dipisahkan dari perkembangan dunia yang tak pasti.
"Kami tahu hari ini ada global sell off, jadi pelaku pasar modal dunia hampir semuanya sedang melepas sahamnya, ini berdampak ke Indonesia," kata Agus di Gedung Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Jakarta, Senin, (24/8).
Ia menjelaskan, ketidakpastian itu berasal dari faktor kondisi pemulihan ekonomi Amerika dan spekulasi kenaikan suku bunga acuan The Fed. Anjloknya harga komoditas serta minyak dunia juga menjadi penyebabnya.
Agus pun mengungkapkan, tahun ini terjadi fenomena super dolar AS karena spekulasi kenaikan Fed Fund Rate. Ditambah pelemahan ekonomi Cina, devaluasi Yuan sampai mata uang negara tetangga, seperti Ringgit Malaysia.
"Sampai dengan 21 Agustus 2015, kurs rupiah terdepresiasi 12,6 persen atau lebih rendah dibanding Turki 25 persen dan Brasil 31 persen. Hanya saja lebih tinggi dibanding India, Thailand, Filipina, Korea dan ini akan bepengaruh ke fundamental ekonomi kita," tuturnya.