REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Keuangan (Menkeu) Bambang PS Brodjonegoro mengaku belum khawatir dengan pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.
Ia yakin bahwa penyebab utama dari penurunan nilai mata uang Indonesia itu bukan diakibatkan fundamental ekonomi nasional yang buruk, namun akibat tekanan perekonomian global. Hal itu memicu perilaku pelaku pasar keuangan irasional.
"Kondisi yang sekarang tidak rasional, dalam pengertian yang terjadi sekarang tidak mencerminkan fundamental dan lebih berdasarkan pada sentimen berlebihan," kata Menkeu.
Selain itu, pelemahan rupiah itu juga diakibatkan potensi terjadinya perang mata uang (currency war) setelah adanya aksi devaluasi yuan Tiongkok serta dong Vietnam.
"Rupiah jadi susah untuk menguat karena yang lain melemah," katanya.
Ia mengakui kondisi rupiah telah "undervalued" di bawah nilai seharusnya. tetapi situasi ini masih terjaga karena pemerintah serta Bank Indonesia (BI) terus berupaya agar kurs tidak terlalu berfluktuasi terhadap dolar AS.
"Kita lihat kondisi fundamentalnya, tapi sekarang memang sangat 'undervalued, dan itu harus diupayakan untuk diperkuat," katanya.
Namun, menurut dia, dengan situasi tekanan global yang makin besar, nilai tukar rupiah justru tidak boleh terlalu kuat, karena akan kontradiktif dengan kondisi yang ada. "Kalau rupiah terlalu diperkuat, dan menguat terhadap seluruh mata uang, nanti daya saing malah terganggu," jelas Menkeu.
Menkeu mengatakan para pelaku pasar saat ini sedang mengkhawatirkan aksi devaluasi yuan Tiongkok, penurunan harga minyak dunia serta rencana penyesuaian suku bunga acuan Bank Sentral AS, The Fed, yang kemungkinan dilakukan pada September.