REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan, anjloknya nilai tukar Rupiah terhadap dolar merupakan gejala dunia. Ia mengatakan, menurunnya nilai mata uang tidak hanya terjadi di Indonesia, namun juga di sejumlah negara lainnya.
Untuk menekan anjloknya nilai tukar Rupiah, kata JK, pemerintah meminta masyarakat untuk mengurangi pemakaian dolar. Lebih lanjut, ia mengatakan Bank Indonesia telah mengatur penggunaan mata uang dolar tersebut.
Sebab, JK menilai kondisi ini disebabkan oleh menguatnya nilai tukar dolar terhadap mata uang lainnya. "Orang banyak lari. Ekonomi di Asia itu menurun, banyak orang keluar dari Asia di Amerika," kata JK di kantor Wakil Presiden, Jakarta, Jumat (21/8).
Bahkan, kata JK, negara tetangga Malaysia mengalami penurunan nilai mata uang lebih parah ketimbang Indonesia. "Ini sekali lagi gejala dunia karena Cina. Malaysia lebih hebat lagi turunnya, minyak turun, saham turun maka terjadi pelemahan-pelemahan mata uang akibat ekonomi turun," jelas.
Tak hanya itu, pemerintah juga berupaya untuk mengurangi impor serta meningkatkan ekspor. Kendati demikian, ia menilai tak mudah untuk meningkatkan jumlah ekspor produk dalam negeri. "Kemudian, diusahakan ekspor tapi tidak mudah. Karena itu produksi dalam negeri lah harus naik. Sempit yang bisa dibuat tapi harus dibuat," kata JK.
JK pun menilai kondisi melemahnya mata uang Rupiah berbeda dengan krisis yang terjadi pada 1998, silam. Ia menjelaskan, krisis yang terjadi pada 1998 disebabkan oleh rusaknya sistem perbankan yang kemudian berdampak pada perdagangan dan industri.
Namun, kondisi perbankan saat ini masih cukup baik lantaran peraturannya yang lebih ketat. "Saya kira berbeda, 99 itu kan krisis yang dirusak perbankan. Karena peraturannya lebih ketat sekarang perbankan masih bisa cukup baik. Memang yang hati-hati ialah ekonomi nasional harus efisien itu saja," jelas dia.
Seperti diketahui, nilai mata uang Rupiah terhadap dolar AS hari ini menyentuh angka 13.963 per dolar AS. Bank Indonesia menyebut anjloknya nilai tukar Rupiah masih disebabkan oleh tekanan ekonomi global.