Rabu 19 Aug 2015 20:21 WIB

Kenaikan Harga Ayam Klimaks dari Kebijakan Pemerintah yang Diskriminatif

Rep: Iit Septyaningsih/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
 Pekerja sedang memilih pada pusat penjual Unggas di Pisangan ,Jakarta, Rabu (19/8).
Foto: Republika/ Tahta Aidilla
Pekerja sedang memilih pada pusat penjual Unggas di Pisangan ,Jakarta, Rabu (19/8).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menyusul harga daging sapi, harga daging ayam ikut melonjak naik. Di beberapa pasar tradisional bahkan di atas Rp 40 ribu per ekor.

Ketua Umum Himpunan Peternak Unggas Lokal Indonesia (Himpuli) Ade M Zulkarnain mengatakan, kenaikan harga daging ayam, salah satunya karena peternak mengurangi populasi ternaknya. "Setelah lebaran biasanya harga jatuh, sehingga peternak mengurangi produksi," jelasnya kepada Republika, Rabu, (19/8).

Menurutnya, selama ini pemerintah lebih fokus mengurusi daging sapi dibandingkan daging ayam. Sehingga peternak ayam pun sering terabaikan.

"Seharusnya perhatian pemerintah itu lebih ke ayam, karena populis dan dikonsumsi banyak orang. Sedangkan daging sapi segmented, hanya dimakan orang kaya, dan digunakan oleh restoran-restoran," jelasnya.

Ade menegaskan, kenaikan harga ayam kali ini merupakan klimaks dari kebijakan pemerintah selama ini yang hanya memperhatikan daging sapi. Ia menilai, sikap tersebut diskriminatif terhadap peternak.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement