Ahad 16 Aug 2015 16:23 WIB

Tingginya Harga Daging Sapi akibat Data tak Akurat

Rep: Heri Purwata/ Red: Teguh Firmansyah
Aktivitas jual beli sapi di Pasar Hewan Pon, Ambarawa, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, Rabu (12/8).
Foto: Antara/Aditya Pradana Putra
Aktivitas jual beli sapi di Pasar Hewan Pon, Ambarawa, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, Rabu (12/8).

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Ketua Pengurus Besar Ikatan Sarjana Peternakan Indonesia (ISPI), Prof Ali Agus menegaskan kemelut sapi dan daging sapi akibat tidak akuratnya data antara suplai dan demand. Sehingga kebijakan yang diambil pemerintah menjadi kontroversi dan kurang produktif.

Kesimpulan itu ia tegaskan dalam Focus Group Discussion (FGD) yang diikuti ISPI, Forum Pimpinan Perguruan Tinggi Peternakan Indonesia (FPPTI) dan Ikatan Senat Mahasiswa Peternakan Indonesia (ISMAPETI) di Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Ahad (16/8/2015).

"Over estimasi suplai daging sapi lokal atau underestimasi proyeksi demand daging sapi atau bahkan inakurasi keduanya menjadi penyebab tingginya daging sapi di pasaran khusus Jabodetabek. Serta faktor lain seperti hiruk pikuknya pemberitaan di media massa seperti krisis daging sapi," kata Ali Agus.

Selain itu, kata Ali Agus, perbedaan sistem dan tujuan pemeliharaan sapi juga menjadi salah satu penyebab langkanya suplai daging sapi lokal. Tujuan utama peternak memelihara sapi bukan semata-mata untuk berbisnis dan diambil dagingnya, tetapi sebagai tabungan hidup.

"Sapi milik peternak rakyat yang jumlahnya mencapai 90 persen populasi 12,5 juta ekor, akan dijual jika mereka membutuhkan uang seperti bayar sekolah/kuliah, hajatan, biaya rumah sakit, membeli kebutuhan lain yang urgen atau memanfaatkan momentum hari besar keagamaan," kata Ali.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement