Senin 10 Aug 2015 17:20 WIB
Daging Sapi Melambung

Swasembada Sapi Terkendala Dua Faktor

Rep: Qommarria Rostanti/ Red: Karta Raharja Ucu
Pedagang daging sapi memotong daging untuk dijual di Pasar Senen, Jakarta, Kamis (30/7).
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Pedagang daging sapi memotong daging untuk dijual di Pasar Senen, Jakarta, Kamis (30/7).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Rencana pemerintah untuk melakukan swasembada sapi pada 2018 bukan tidak mungkin dilakukan. Sebab, Indonesia pernah berpengalaman swasembasada daging, bahkan menjadi eksportir sapi pada 1970.

“Asalkan semua stakeholder mau bersama-sama berupaya demi terwujudnya tujuan ini,” ucap Wakil Ketua Komisi IV DPR RI, Ibnu Multazam saat dihubungi ROL, Senin (10/8).

Meski begitu, ada beberapa hal yang masih menjadi kendala hingga kini. Pertama, masalah breeding (pembibitan). “Pengusaha budidaya sapi potong (feedlot) tidak ada yang melakukan pembibitan,” ucapnya. Padahal, untuk melakukan budidaya sapi harus dimulai dari pembibitan. 

Pengembangan populasi sapi potong terkendala usaha pembibitan sapi yang berisiko tinggi, mahal, lama dan minim insentif. Alhasil masyarakat lebih meminati bisnis penggemukan sapi dibanding pembibitan sapi.

Kedua, sulitnya ketersediaan pakan sapi hijauan. “Pakan sapi tidak mudah didapat, khususnya di kelas petani,” kata Ibnu.

Kalaupun ada, lokasinya sangat jauh, sehingga tidak lagi dianggap menguntungkan. Kedua kendala tersebut harus dikaji secara intensif seandainya ada BUMN dan peternak yang ingin membudidaya sapi. 

Sementara itu, kawasan sentra pembudidayaan sapi tidak menjadi masalah. “Itu cukup, hanya transportasi pemindahan dari sentra sapi ke tempat penjualannya yang masih terkendala,” ujarnya.

Biaya transportasi pemindahan sapi, terutama ke daerah yang langka cukup mahal. “Harus diupayakan agar biaya ini dipangkas, pemerintah hendaknya memikirkan bagaimana pemindahan sapi ini tidak menghabiskan biaya besar,” ucap Ibnu.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement