Jumat 07 Aug 2015 19:29 WIB

Pembatasan Impor Sapi Bakalan Cekik Tukang Jagal

Rep: Sonia Fitri/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Pekerja menaikkan sapi bakalan yang diimpor dari Australia ke atas truk di kawasan Pelabuhan PT. Pelindo II, Tanjung Priok.  (ilustrasi)
Foto: Antara/Rosa Panggabean
Pekerja menaikkan sapi bakalan yang diimpor dari Australia ke atas truk di kawasan Pelabuhan PT. Pelindo II, Tanjung Priok. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pembatasan kuota impor sapi bakalan yang hanya 50 ribu ekor hingga September 2015 mengundang protes keras dari sejumlah pengusaha potong hewan (jagal). Protes juga datang dari serta pedagang yang menggunakan bahan baku daging sapi dalam produksinya. Bentuk protes ditunjukkan dengan rencana mogok kegiatan operasional potong hewan terhitung Sabtu (8/8) hingga Selasa (11/8).

"Untuk lingkup Jabodetabek saja, jumlah para pedagang dan jagal kita punya ribuan, importirnya ada 32," kata Ketua Dewan Penasihat Asosiasi Pemotong Hewan Indonesia (APHI) Adi Warsito kepada Republika, Jumat (7/8). Pembatasan impor, kata dia, terasa mencekik sebab pasokan daging menjadi sulit ketika mereka ingin berproduksi.

Sejak pembatasan impor diberlakukan, para pengusaha hanya diberi jatah 20-30 persen daging sapi dari jumlah kebutuhan sehari-hari. Di mana, kebutuhan sapi se-Jabodetabek 2 ribu ekor per hari. Feedloter atau tempat penggemukan sapi sangat berhemat dalam mengeluarkan sapi-sapi yang telah digemukkan karena mereka memperhitungkan pasokan.

Situasi tersebut jangan sampai dibiarkan karena akan mengancam keberlangsungan usaha pedagang sapi dan sapi olahan di pasar. Selain itu, harga daging sapi yang melambung diprediksi akan tetap langgeng di angka Rp 120 ribu per kilogram.

Seperti diketahui, saat ini harga daging sapi pascalebaran masih tinggi. Adi bahkan memprediksi, jika pemerintah "keukeh" dengan kebijakan pengurangan kuota impor sapi bakalan, harga daging di pasar akan terus memanjat hingga di harga Rp 150 ribu per kilogram.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement