REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Tekanan terhadap rupiah sudah terlalu tinggi. Hal ini disebabkan oleh kewajiban domestik Indonesia terhadap asing.
Analis pasar uang BRI, Rahmat Wibisono mengatakan utang luar negeri swasta Indonesia sudah terlalu banyak. “Debt service ratio sudah masuk ke dalam titik ambang tidak aman untuk nilai tukar,” ucapnya kepada ROL, Selasa (4/8).
Pelemahan rupiah merupakan masalah struktural yang memang disebabkan oleh pembalikan pasar. Kondisi ini masih berkaitan dengan kebijakan Bank Sentral Amerika untuk menaikkan tingkat suku bunganya dalam satu kuarter terakhir tahun ini. “Setidaknya itu informasi yang diterima pasar,” ujarnya.
Tekanan terhadap ekonomi Indonesia cukup tinggi. Di satu sisi, masyarakat khawatir terhadap kondisi inflasi yang tinggi. Rahmat menyebut hal itu bukanlah masalah tetapi tetap harus diperbaiki mengingat pertumbuhan ekonomi Indonesia tidak cukup baik.
Ditambah lagi, eksekusi dari Kementerian Keuangan tidak seperti yang direncanakan sehingga tidak cukup menopang pertumbuhan. “Kalau mengandalkan swasta, pertumbuhan tidak cukup bergerak, daya beli tidak cukup besar, dan tidak mencakup pertumbuhan yang cukup baik,” kata Rahmat.
Jika tidak ditangani dalam waktu dekat, tekanan terhadap rupiah dapat membuat importir indentor akan menjadi beban di step berikutnya. Mau tidak mau barang baku yang diimpor untuk konsumsi dalam negeri akan menyebabkan inflasi karena pelemahan rupiah tadi. “Dalam satu atau dua dekade ini akan membebani ekonomi Indonesia,” ujarnya.