Kamis 23 Jul 2015 21:03 WIB

Pasca Lebaran, Rupiah Terus Tergelincir, Ada Apa?

Rep: Binti Sholikah/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
 Teller menghitung uang rupiah di Banking Hall Bank, Jakarta, Senin (27/4).  (Republika/ Yasin Habibi)
Foto: Republika/ Yasin Habibi
Teller menghitung uang rupiah di Banking Hall Bank, Jakarta, Senin (27/4). (Republika/ Yasin Habibi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Nilai tukar rupiah tergelincir sebesar 0,34 persen atau melemah 45 poin pada penutupan di level Rp 13.420 per dolar AS berdasarkan Bloomberg Dollar Index, Kamis (23/7). Pada Rabu (22/7) rupiah di tutup di level Rp 13.375 per dolar AS.

Pada perdagangan Kamis, rupiah dibuka di level Rp 13.403 per dolar AS, melemah 0,21 persen atau 28 poin. Rupiah sempat anjlok 0,56 persen atau 75 poin mencapai Rp 13.450 per dolar AS pada sekitar pukul 13.30 WIB.

Sedangkan menurut kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) Bank Indonesia, kurs tengah rupiah berada di level Rp 13.394 per dolar AS pada Kamis. Rupiah melemah 26 poin dibandingkan kurs tengah pada Rabu sebesar Rp 13.368 per dolar AS.

Berdasarkan Jisdor, selama sebulan terakhir, nilai tukar rupiah yang paling kuat berada di level Rp 13.280 per dolar AS pada 24 Juni 2015. Pada Kamis ini, rupiah mencapai titik terendah selama sebulan terakhir.

Direktur Departemen Komunikasi Bank Indonesia Peter Jacobs mengatakan, depresiasi rupiah masih dipengaruhi sentimen para pelaku pasar yang mengantisipasi kenaikan suku bunga acuan Bank Sentral Amerika (Fed Fund Rate/FFR). Sehingga dolar AS terus menguat. Meskipun belum masih menjadi pembahasan the Fed menaikkan suku bunga pada September atau Desember.

Sedangkan kondisi Yunani yang sudah mulai mereda dinilai tidak begitu berpengaruh terhadap depresiasi rupiah. Pergerakan rupiah, lanjutnya, masih dipengaruhi seputar kekhawatiran, karena investor sangat dipengaruhi sentimen. Jika tidak ada sentimen positif, ada sentimen negatif sedikit rupiah akan langsung melemah.

"Cuma memang yang menjadi problem kondisi dalam negeri belum ada berita positif. Itu yang membuat rupiah jadi agak melemah karena investor masih antisipasi kenaikan Fed fund Rate," jelasnya saat dihubungi Republika, Kamis (23/7).

Meskipun hampir menyentuh Rp 13.400 per dolar AS, Bank Indonesia tidak mempermasalahkan level. Yang terpenting Bank Indonesia menjaga volatilitasnya. Menurutnya, meskipun levelnya Rp 13.400 sepanjang volatilitas tidak terlalu tajam tidak apa-apa. Jika volatilitas sangat tajam secara gradual, Bank Indonesia akan mengantisipasi dengan melakukan intervensi di pasar.

Sebelumnya, Gubernur Bank Indonesia Agus DW Martowardojo mengatakan, nilai tukar rupiah saat ini berada di bawah Riil Effective Exchange Rate (REER) atau undervalue. Agus menilai, nilai tukar rupiah sudah undervalue dibandingkan kurs mata uang negara lain. "Kalau dilihat REER, memang rupiah di bawah 100, itu menunjukkan slidely undervalue dibandingkan currency mitra utama kita," jelasnya kepada wartawan di Gedung Bank Indonesia, Rabu (22/7).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement