Sabtu 11 Jul 2015 03:01 WIB

Demokrat Minta Pemerintah Antisipasi Anjloknya Saham Cina

Seorang pekerja menyelesaikan pemasangan atribut persiapan kongres Partai Demokrat ke-IV di Hotel Shangrila, Surabaya, Jawa Timur, Senin (11/5).
Foto: Antara/Zabur Karuru
Seorang pekerja menyelesaikan pemasangan atribut persiapan kongres Partai Demokrat ke-IV di Hotel Shangrila, Surabaya, Jawa Timur, Senin (11/5).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi VI DPR dari Fraksi Demokrat, Melani Leimena meminta pemerintah mengantisipasi dampak anjloknya saham Cina, agar tidak terlalu mempengaruhi perekonomian Indonesia. Terlebih saat ini banyak kerjasama antara pemerintah dengan Cina.

"Kalau tidak ada antisipasi, maka pasti akan mempengaruhi ekonomi kita," ujarnya, Jumat (10/7).

Selain itu, ia juga meminta Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno untuk menjelaskan rencana Tiongkok memberikan pinjaman sebesar 50 miliar dolar Amerika kepada Indonesia. Menteri BUMN harus menjelaskan apakah perjanjian ini Business to Business atau Goverment to Goverment.

"Saya kira penting untuk dijelaskan, sebab kalau di waktu mendatang ada kerugian atau apa, sudah ada langkah untuk menanganinya," katanya.

Sebelumnya, Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan, jatuhnya saham Cina cukup berdampak terhadap ekonomi Indonesia namun perlu dijaga dengan memperkuat ekonomi nasional. "Ya dampaknya pasti ada, tapi hari ini sudah lumayan naik lagi lima persen," kata Wapres di Jakarta, Kamis (9/7).

Agar ekonomi Indonesia tidak ikut jatuh, menurut Wapres dengan menjaga ekonomi dalam negeri, memperkuat ekonomi nasional agar perusahaan-perusahaan dalam negeri berjalan dengan baik. "Ya menjaga saja, karena imbasnya tentu ada, pengaruhnya itu ialah perusahaan-perusahaan Tiongkok itu ekspansinya pasti menurun," tambah Wapres.

Namun posisi utang luar negeri Indonesia dikatakan Wapres masih aman meskipun lebih banyak membayar utang dari pada membuat utang baru. "Utang kita baru 26-27 persen dari GDP, Yunani itu 160 persen jadi begitu keliru ya sudah tidak bisa bayar," katanya.

Sebelumnya, harga-harga saham di Cina terus anjlok pada Rabu (8/7) lalu. Indeks Shanghai Composite turun hampir 7 persen dan indeks Shenzhen Composite turun 4 persen. Hal itu merupakan lanjutan penurunan yang telah melenyapkan 30 persen nilai pasar sejak pertengahan Juni.

Untuk melindungi diri dari penjualan besar-besaran, ratusan lagi perusahaan Cina telah mengajukan penghentian jual beli sahamnya. Secara keseluruhan, lebih dari 1.300 perusahaan di Cina daratan, atau sedikitnya 40 persen dari pasar, telah menghentikan jual beli saham.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement