Kamis 09 Jul 2015 20:34 WIB

Soal Perpanjangan Konsensi, SP JICT Minta Jokowi Turun Tangan

Rep: Muhammad Nursyamsi/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Kegiatan bongkar muat peti kemas di Jakarta International Container Terminal (JICT) Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta.
Foto: Republika/Wihdan Hidayat
Kegiatan bongkar muat peti kemas di Jakarta International Container Terminal (JICT) Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ratusan Pegawai PT. Jakarta International Container Terminal (JICT) yang tergabung dalam Serikat Pekerja (SP) JICT direncanakan mendatangi kawasan Istana Negara, Jakarta Pusat, pada Rabu (7/7).

Mereka menuntut Presiden Joko Widodo untuk  menghentikan proses perpanjangan konsesi PT. JICT oleh Pelindo II yang lebih mengedepankan aksi korporasi ketimbang berdaulat atas aset strategis nasional.

"Kami kirim surat kepada presiden terkait proses perpanjangan konsesi PT. JICT yang penuh kejanggalan dan tidak transparan. Presiden harus turun tangan," kata Ketua Umum SP JICT Nova Hakim.

Nova menambahkan, permintaan ini dimaksudkan mengibgat harga jual aset negara yang murah, proses yang menabrak aturan dan tidak ditender terbuka. "Kami sampaikan surat terbuka ini kepada Presiden agar turun tangan dan menghentikan proses aksi korporasi yang berpotensi merugikan negara ini," sambungnya.

Ia berharap, Presiden Jokowi mengambil langkah penyelesaian yang bermartabat dan elegan dalam persoalan ini.

"Kami himbau Bapak Presiden menghentikan proses perpanjangan ini sebagai wujud visi trisakti dan Nawacita Bapak," lanjutnya.

Nova mengingatkan, persoalan akan lebih banyak muncul jika Pelindo II dibiarkan melaksanakan aksi korporasi yang tidak transparan dan menabrak banyak aturan. Menurutnya, pihaknya telah menganalisa secara mendalam dan disayangkan jika aset emas ini dijadikan jaminan hutang atas global bond Pelindo II.

Ia melanjutkan, Dirut Pelindo II RJ Lino mengklaim hal ini sebagai aksi korporasi biasa dan telah mendapatkan persetujuan Menteri BUMN. Padahal, lanjutnya, dalam suratnya, Menteri BUMN menyetujui dengan syarat-syarat.

"Kami minta terpenuhinya syarat itu dan diungkap ke publik. Pun jika asing harus ikut serta, kami minta ditender terbuka agar negara tidak dirugikan. Walau murni aksi korporasi, ini adalah BUMN dan negara bertanggung jawab apabila terjadi salah kelola," tegasnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement