Rabu 01 Jul 2015 11:04 WIB

Apersi: Hak Kepemilikan Properti Jangan Diringkas

Rep: Sonia Fitri/ Red: Satya Festiani
Pertumbuhan Kredit Properti Stagnan: Suasana pembangunan gedung bertingkat di kawasan Cawang, Jakarta, Selasa (10/2).
Foto: Republika/ Yasin Habibi
Pertumbuhan Kredit Properti Stagnan: Suasana pembangunan gedung bertingkat di kawasan Cawang, Jakarta, Selasa (10/2).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Guna melindungi pasar properti nasional dari spekulan, hak kepemilikan properti jangan sampai diringkas. "Peraturan agraria kita sudah paling bagus, memang kelihatannya njelimet, tapi ini sudah sangat ketat dan melindungi," kata Ketua Umum Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi), Eddy Ganefo pada Rabu (1/7).

Eddy pun menceritakan situasi properti di sejumlah negara tetangga yang berada dalam kondisi bubble karena longgarnya regulasi. Di Jepang dan Australia, Malaysia, China dan Singapura, misalnya. Pasar properti di sana terancam hampir pecah. Singapura, kata dia, membuka wacana properti asing setelah persyaratan 80 persen penduduk memiliki rumah terpenuhi. Syarat selanjutnya yang terpenuhi yakni penduduk setempat belum memiliki rumah tapi gaji mereka sudah mampu untuk membeli rumah.

"Ternyata 2004 ke atas harganya naik tinggi sekali, lalu mereka khawatir, karena yang tadinya bisa beli rumah jadi tidak bisa beli," ujarnya. Untuk mengatasinya, Singapura pun memberlakukan pajak tambahan 18 persen bagi warga yang ingin menjual rumah dalam waktu sebelum satu tahun setelah dimiliki. Makin lama seseorang menjual rumahnya, maka pajaknya semakin rendah.

Sebelumnya, Perusahaan Realestat Indonesia (REI) justru menyambut baik rencana pemerintah yang tengah mewacanakan pembukaan pasar properti untuk warga asing. Karenanya, sejumlah regulasi yang nantinya ditelurkan harus lebih sederhana, utamanya menyangkut hak-hak kepemilikan properti.

"Ada dua hal yang mesti dicatat dalam menyusun regulasi, yakni pembatasan harga dan jenis properti serta pembatasan presentase kepemilikan asing," kata Ketua Umum REI Eddy Hussy kepada Republika.

Dalam membuat aturan, pemerintah bisa mengakomodasi keinginan pasar dan developer yang ingin agar kepemilikan hak properti untuk asing menjadi sederhana, bahkan setara dengan domestik. Misalnya, Hak Milik (HM), Hak Milik Bebas Hak Milik Adat, Hak Guna Usaha (HGU), Hak Guna Bangunan (HGB) dan Hak Pakai (HP) bisa dipangkas menjadi dua atau tiga hak saja yaknu hanya Hak Milik dan Hak Pakai.

Namun demikian, REI menekankan agar pemerintah memperhatikan batasan dan pagar yang jelas agar tidak menyerang properti milik masyarakat menengah ke bawah. "Pagar harus jelas, misalnya harga dibatasi dari mulai Rp 5 miliar dan khusus untuk apartemen mewah," ujar dia.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement