Jumat 26 Jun 2015 23:17 WIB

Kaltim Minta 19 Persen Saham Mahakam, Ini Janji Menteri ESDM

Rep: Sapto Andika Candra/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
 ?Menteri ESDM Sudirman Said memberikan keterangan pers terkait pengelolaan blok Mahakam di Kementerian ESDM, Jakarta, Jumat (19/6).  (Republika/Agung Supriyanto)
?Menteri ESDM Sudirman Said memberikan keterangan pers terkait pengelolaan blok Mahakam di Kementerian ESDM, Jakarta, Jumat (19/6). (Republika/Agung Supriyanto)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said menyatakan, akan menyampaikan aspirasi Pemerintah Daerah Provinsi Kalimantan Timur kepada Presiden Joko Widodo terkait hak kelola di Blok Mahakam. Sudirman mengungkapkan, dirinya telah melakukan diskusi secara mendalam dengan Gubernur Kaltim, Awang Faroek Ishak mengenai porsi saham BUMD.

"Beliau punya catatan, catatannya adalah aspirasi daerah tetap menginginkan 19 persen dan saya mengatakan kami mendengar itu dan akan kami sampaikan kepada Pak Presiden," jelas Sudirman, Jumat (26/6).

Sudirman menyatakan, daerah sebetulnya bisa mendapat porsi lebih dari 10 persen. Hanya saja, hal ini bisa dilakukan secara bisnis dengan membeli saham.

Sementara itu, pemerintah juga didesak segera mengeluarkan kebijakan untuk tidak melibatkan perusahaan swasta dalam bagianparticipating interest pemerintah daerah Kalimantan Timur pada Blok Mahakam. Ketentuan Participating Interest ini diatur oleh Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 35/2004 tentang Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi yang mensyaratkan kontraktor minyak dan gas menawarkan saham partisipasi sebesar 10 persen kepada daerah.

Pekan lalu, Pemerintah telah memutuskan pembagian saham Blok Mahakam sebesar 70 persen untuk Pertamina dan BUMD. Sedangkan Total E&P Indonesie dan Inpex Corporation, diberikan porsi 30 persen.

Koordinator Koalisi Masyarakat Sipil, Publish What You Pay (PWYP) Indonesia, Maryati Abdullah menjelaskan, kebijakan participating interest seharusnya ditujukan untuk mengoptimalisasi imbal hasil saham partisipasi bagi pembangunan daerah dan menghindari praktek perburuan rente yang justru merugikan daerah.

Namun, menurut Maryati, masalah yang kerap terjadi pada participating interest adalah daerah tidak mampu mengambil keseluruhan participating interest, kecuali mereka menggandeng pihak swasta.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement