Selasa 23 Jun 2015 20:02 WIB

Soal Skema IUPK, Freeport 'Pasrah' Apapun Syarat Pemerintah

Rep: Sapto Andika Chandra/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Pekerja memeriksa proses pengolahan biji tambang PT Freeport Indonesia, Tembagapura, Mimika, Timika, Papua, Sabtu (14/2).
Foto: Antara/M Agung Rajasa
Pekerja memeriksa proses pengolahan biji tambang PT Freeport Indonesia, Tembagapura, Mimika, Timika, Papua, Sabtu (14/2).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Presiden Direktur PT Freeport Indonesia (PTFI) Maroef Syamsuddin menegaskan korporasi siap menerima skema perubahan hubungan pola kerja dari Kontrak Karya (KK) menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) yang ditawarkan pemerintah.

"Harus siap dong. Apapun yang dipersyaratkan pemerintah, kita harus siap," ujar Maroef usai mengikuti rapat panitia kerja mineral dan batubara (Panja Minerba) dengan Komisi VII DPR RI, Jakarta, Selasa (24/6).

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) bersama PT Freeport Indonesia sebelumnya telah menyepakati perubahan status KK menjadi IUPK.

Menteri ESDM, Sudirman Said mengatakan pemerintah merespon dengan baik bagi siapapun yang mau berinvestasi di Indonesia. Tugas pemerintah menciptakan iklim investasi yang kondusif serta memberi kepastian hukum tanpa melanggar hukum.

Dalam hal Freeport, lanjut Sudirman, kepastian hukum dan investasi diberikan melalui IUPK. Pasalnya permohonan perpanjangan operasi bisa diajukan paling cepat di 2019 atau dua tahun sebelum kontrak Freeport berakhir di 2021.

Dikatakannya investasi Freeport mencapai 15 miliar dolar AS untuk pertambangan bawah tanah alias underground mining. Selain itu investasi sebesar 2,3 miliar dolar AS dalam membangun fasilitas pengolahan dan pemurnian mineral di Gresik, Jawa Timur.

"Siapapun yang mau investasi dengan jumlah 15 miliar dolar plus 2 miliar dolar, siapaun dia entah Freeport atau bukan pasti membutuhkan kepastian segera," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement