Selasa 23 Jun 2015 16:31 WIB

Ini Sikap KLHK Soal Rencana Pembukaan Perkebunan Tebu di Aru

Rep: Sonia Fitri/ Red: Satya Festiani
Lahan tebu
Foto: Musyawir/Antara
Lahan tebu

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Rencana pembukaan lahan di Kepulauan Aru Maluku untuk perkebunan tebu menuai kecaman dari sejumlah aktivis lingkungan. Merespons hal tersebut, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) selaku "penjaga gawang" lahan mengakui, memang harus ada peninjauan ekozone terlebih dahulu sebelum lahan dilepas.

"Boleh jadi pendapat aktivis itu benar, karena di Aru itu kan pulau-pulau kecil, dari segi ekosiatem, bisa jadi tidak cocok untuk yang seperti itu (perkebunan tebu)," kata Direktur Jenderal (Dirjen) Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan KLHK San Afri Awang kepada Republika pada Selasa (23/6).

Diterangkannya, pulau-pulau kecil tidak bisa disamakan dengan ekozone di pulau besar. Jika di Aru banyak penduduk, kesesuaian alamnya tidak cocok untuk tebu, maka bisa jadi memang pembukaan lahan akan berdampak buruk untuk lingkungan. Terlebih, banyak kasus soal tanah di Aru. Maka ia meminta agar jangan ditimpakan berulang-ulang masalah pemanfaatan lahan itu di Aru.

Namun ia belum bisa menegaskan secara pasti karena analisis belum dilakukan. Selain itu, ia sama sekali belum membaca ataupun menerima surat permohonan pelepasan lahan di Kepulauan Aru secara resmi dari Kementan. Lagi pula, nantinya analisis detail akan dikerjakan bersama-sama dengan Kementan selaku pelaksana teknis.

Harus terlebih dulu diteliti, kata dia, soal kecocokan tanahnya dan iklimnya. Jangan sampai kejadian pembukaan lahan yang gagal terulang seperti kasus lahan seluas 1,4 juta hektare di Kalimantan Tengah. "Jadi, kalau jadi, harus dihitung betul persiapannya, melibatkan rakyat nggak, bagaimana rakyat Aru-nya," kata dia. Meski. Tetap soal itu adalah domain Kementan. Sementara KLHK hanya menyiapkan lahannya saja.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement