REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Aktivis Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Tulus Abadi juga meragukan efektivitas adanya Kepres tersebut. Bahkan katanya Kepres ini sudah sangat terlambat.
Menurut Tulus, ada beberapa prasyarat agar Perpres menjadi efektif dalam menjaga ketersediaan pangan. Pertama, Perpres harus tegas menetapkan penguasaan kebutuhan pangan tak bisa diserahkan sepenuhnya kepada mekanisme pasar.
"Kalau penguasaan pangan diserahkan ke pasar, maka jangan pernah bermimpi akan terjadi ketahanan pangan di bangsa ini. Kedua, negara harus menguasai pangan lewat Bulog. Hal inilah yang harus diperkuat pemerintah, termasuk menetapkan posisi Bulog dipastikan berada di bawah kementerian mana. Kepastian posisi ini penting agar tidak jadi situasi tumpang tindih seperti saat sekarang," katanya, di Jakarta, Rabu (17/6).
Di masa depan, lanjut Tulis, pemerntah dan dPR perlu memikirkan adanya peraturan perundangan yang mengatur tentang pengamanan harga kebutuhan pokok. Dengan adanya aturan ini maka permainan harga pangan bisa diminimalkan.
"Di Malaysia ada peraturan yang bernama UU Kawal Harga. UU ini sangat ketat dan menghukum pelaku pasar yang melanggar. Jadi aturan pengamanan harga hendaknya tak lagi ditentukan melalui peraturan presiden, namun lebih tepat diatur dalam undang-undang," kata Tulus.
Dalam Perpres tersebut, ada 14 barang kebutuhan pokok yang akan jadi fokus pengendalian pemerintah. Perpres ini akan menjadi instrumen pemerintah untuk mengendalikan ketersediaan dan stabilitas harga.