Jumat 12 Jun 2015 17:18 WIB

CAD Mei Diperkirakan di Bawah 3,5 Persen

Rep: C87/ Red: Djibril Muhammad
Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Mirza Adityaswara, menyampaikan materinya saat menjadi pembicara pada
Foto: Republika/Rakhmawaty La'lang
Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Mirza Adityaswara, menyampaikan materinya saat menjadi pembicara pada "seminar Sinergi fiskal dan moneter di era Jokowinomics" di Kampus Paramadina, Jakarta, Senin (30/3).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Indonesia (BI) memproyeksikan neraca perdagangan pada Mei akan kembali mencatat surplus. Defisit neraca transaksi berjalan (CAD) pada kuartal II-2015 diperkirakan di bawah 3,5 persen dari produk domestik bruto (PDB).

Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Mirza Adityaswara mengatakan, sesuai estimasi BI terkait CAD di kuartal II-2015 lebih baik dari perkiraan semula. Namun, Mirza enggan menyebutkan secara pasti berapa surplus neraca perdagangan dan defisit transaksi berjalan.

Mirza menjelaskan, pola CAD di kuartal I memang paling rendah karna aktivitas ekonomi biasanya masih lemah. CAD kuartal I-2015 tercatat sebesar 3,85 miliar dolar AS atau 1,8 persen dari PDB.

Sedangkan, kuartal II aktivitas ekonomi biasanya lebih tinggi makanya biasanya CAD nya meningkat dibandingkan kuartal I. Kemudian kuartal III dan IV biasanya CAD agak turun dibandingkan kuartal II. Pada kuartal IV-2014, CAD tercatat sebesar 5,67 miliar dolar AS atau 2,6 persen dari PDB.

"Kuartal II estimasi kami CAD lebih baik daripada estimasi kuartal II pada waktu dibuat proyeksi awal tahun. Tapi, kalau di bawah 4 persen iya. Di bawah 3,5 persen rasanya iya," jelas Mirza kepada wartawan di kantor pusat Bank Indonesia Jakarta, Jumat (12/6).

Menurut Mirza, faktor yang membuat adanya perbaikan estimasi karena kondisi saat ini impor menurun lebih dalam. Artinya, penurunan impor lebih dalam dari proyeksi awal tahun.

Di sisi lain, Korea Selatan kembali memangkas suku bunga acuan sebesar 0,25 poin menjadi 1,5 persen. Mirza menilai, Korea memiliki persaingan ketat dengan Jepang karena produk ekspornya mirip. Sehingga, Korea mungkin melihat depresiasi Yen cukup dalam pada dua tahun terakhir. Sedangkan mata uang Korea cukup stabil dalam dua tahun terakhir.

"Maka Korea, kalau kita lihat Korea tahun ini depresasi agak besar dibandingkn tahun lalu karena Korea ingin barangnya lebih kompetitif. Karena sudah ketinggal dibanding Jepang," jelasnya.   

Di samping itu, World Bank juga menurunkan forecast pertumbuhan ekonomia dunia dan Indonesia. Mirza mengakui adanya perlambatan ekonomi di Indonesia. Sebab, Indonesia punya ketergantungan pada dana luar negeri cukup besar.

Selain itu, Indonesia punya masalah CAD dibanding negara lain. Di negara lain seperti Korea, Malaysia, dan Thailand, mencatat surplus neraca transaksi berjalan.

"Kita defisit maka kita harus kelola makro ekonomi lebih prudent lebih hati hati. Sehingga menanggapi perlambatan ekonomi domestik di satu sisi, tapi di lain sisi kita masih punya tantangan CAD dan Fed fund rate akan naik. Maka respons BI melakukan pelonggaran makro prudensial misal LTV lebih longgar dan perluasan definisi loan to deposite ratio (LDR) menjadi Loan to Funding Ratio (LFR)," terang Mirza.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement